Penanganan fenomena seks bebas anak dibawah umur di Kota Tarakan, dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan, Jumat (24/1).
RDP tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Simon Patino, dan dihadiri berbagai pihak terkait seperti Polres Tarakan, Dinas Sosial, DP2PKAB Tarakan, Satpol PP Tarakan, PHRI cabang Tarakan, Dinas Pariwisata, Kabag Hukum Setda Tarakan dan manajemen hotel se-Tarakan.
Dalam rapat tersebut Simon Patino menyampaikan, terdapat tiga poin yang disepakati untuk menekan persoalan seks bebas yang melibatkan anak di bawah umur. Pertama, razia tetap dilakukan tetapi harus sesuai dengan prosedur dan aturan. Kedua, membuat surat edaran walikota dan ketiga seluruh manajemen hotel agar lebih selektif dalam menerima tamu hotel.
"Kita berharap manajemen hotel maupun penginapan lebih selektif dalam memilih tamu, tapi kita membuat batasan masalah khusus untuk anak dibawah umur. Untuk memperkuat hal itu kita akan memberikan surat himbauan wali kota juga untuk hotel dan penginapan," ujar Simon saat ditemui Radar Tarakan usai RDP.
Simon menegaskan nantinya akan ada penanganan-penanganan khusus, terkait aturan-aturan di perhotelan dan penginapan maupun tindakan hukumnya.
"Banyak sanksi - sanksinya termasuk pencabutan surat izin usaha apabila terbukti," tegasnya. Simon berharap permasalahan fenomena seks bebas anak di bawah umur bisa diselesaikan dengan tuntas.
Apalagi di tahun 2024, kasus melibatkan anak ini cukup tinggi yaitu sebanyak 107 kasus dan terkait open BO ada 24 kasus. "Hal ini harus kita tekan. Jangan sampai di 2025 kasus ini malah bisa bertambah," ungkap politisi Gerindra ini.
Sementara itu Kasi P3 Satpol PP Tarakan, Rohimansyah menuturkan, untuk pengawasan terhadap seks bebas di Kota Tarakan telah masif dilakukan. Langkah yang dapat diambil hanyalah pembinaan dengan memanggil orang tua dari anak yang bersangkutan. "Tapi kita tidak bisa berbuat jauh, kita hanya sekedar mengamankan dan melakukan pembinaan saja," tandas Roy.
Dalam melakukan pengawasan, Satpol PP Tarakan memiliki dua landasan aturan yakni Perda Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak dan Perda Nomor 9 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Usaha Perhotelan.
Sementara itu Ketua Persatuan Hotel Republik Indonesia (PGRI) Cabang Tarakan Kie Pie mengatakan, bisnis perhotelan di Tarakan sudah cukup baik dengan menyumbang PAD terbesar ke dua di Tarakan.
Setiap hotel sudah memberlakukan ketentuan sesuai SOP, di mana setiap tamu yang datang selalu dimintai kartu identitas (KTP), jika ada tamu tidak memiliki kartu identitas maka ditolak.
Prosedur yang berlaku sudah dilaksanakan seluruh hotel yang tergabung dalam PHRI Tarakan. "Setiap hotel sudah memberlakukan ketentuan sesuai SOP. Setiap tamu yang datang selalu dimintai kartu identitas (KTP), bahkan jika ada tamu tidak memiliki kartu identitas maka kami imbau agar ditolak," tutupnya. (*nkh/jnr)