• Senin, 22 Desember 2025

Penangkapan Kasat Narkoba Polres Nunukan hingga Dugaan Manipulasi Barang Bukti, Cermin Gagalnya Pengawasan Internal

Photo Author
- Senin, 14 Juli 2025 | 12:55 WIB
Personel Polda Kaltara yang berdinas di Polres Nunukan diamankan Mabes Polri lantaran diduga terlibat jaringan narkotika.FOTO: ELIAZAR/RADAR TARAKAN
Personel Polda Kaltara yang berdinas di Polres Nunukan diamankan Mabes Polri lantaran diduga terlibat jaringan narkotika.FOTO: ELIAZAR/RADAR TARAKAN

 

TARAKAN – Polda Kalimantan Utara kembali jadi sorotan tajam. Dugaan serius penggantian barang bukti narkoba jenis sabu seberat 12 kilogram dengan tawas, meski sudah dibantah oleh Polda Kaltara.

Namun kejadian tersebut bisa dikatakan lemahnya integritas dan pengawasan internal di tubuh institusi tersebut.

Alih-alih transparan, pihak kepolisian justru mengelak dan menyebut kejadian itu sebagai murni kasus perusakan dan pencurian ruang barang bukti, bukan penghilangan atau penggantian barang bukti. Namun, publik belum sempat mencerna skandal tersebut, ketika kabar lebih menggemparkan datang Kasat Resnarkoba Polres Nunukan, berinisial SH, ditangkap oleh tim gabungan Mabes Polri pada Kamis (10/7).

Penangkapan ini terkait dugaan keterlibatan SH dalam penyelundupan sabu di kawasan perbatasan Aji Kuning, Pulau Sebatik sebuah lokasi strategis yang selama ini dikenal rawan perdagangan gelap lintas negara.

Yang menjadi pertanyaan publik, mengapa justru Mabes Polri yang turun tangan. Di mana posisi dan peran pengawasan dari Polda Kaltara sendiri.

Fakta bahwa kasus ini terbongkar oleh pusat, bukan dari inisiatif internal Polda, menjadi tamparan keras terhadap jajaran pimpinan daerah, khususnya Kapolda Kaltara Irjen Pol. Hary Sudwijanto.

Menurut Dicky Nur Alam, Kepala Bidang Litigasi, Pendidikan, dan Analisa Hukum dari LBH HANTAM, kondisi ini adalah bukti telanjang gagalnya kepemimpinan dan pengawasan di tubuh Polda Kaltara.

“Ini bukan prestasi Polda dalam pemberantasan narkoba, ini adalah indikasi kuat pembiaran, bahkan mungkin perlindungan terhadap oknum. Kapolda tidak mampu mengontrol anak buahnya, apalagi menjamin integritas institusinya,” tegas Dicky.

Bukan kali ini saja. LBH HANTAM mencatat, sepanjang tahun 2024, sedikitnya 140 anggota Polda Kaltara terlibat pelanggaran. Jenisnya beragam-dari indisipliner, pelanggaran etik, hingga pidana. Tren tersebut dinilai tak menunjukkan penurunan di 2025.

Justru, dengan insiden terbaru ini, publik semakin curiga bahwa kultur pembiaran sudah mengakar. 

“Apa sebenarnya yang dilakukan Kapolda selama ini? Atau pertanyaannya lebih tajam: apakah pelanggaran ini diam-diam dilindungi?” ujar Dicky penuh sindiran. Ironisnya, skandal ini mencuat di tengah euforia Hari Bhayangkara ke-79, momen yang seharusnya digunakan sebagai refleksi atas kinerja Polri.

Sayangnya, menurut LBH HANTAM, yang terjadi justru sebaliknya: panggung seremoni, puja-puji, dan pencitraan, sementara kepercayaan publik terus merosot.

“Kalau tak ada pembenahan total, jargon ‘Polri untuk Masyarakat’ hanyalah slogan kosong yang memaki logika publik,” pungkas Dicky. (zar)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Radar Tarakan

Rekomendasi

Terkini

X