• Minggu, 21 Desember 2025

Keluhan Petani di Nunukan: Berjuang Dapatkan Solar Bersubsidi dan Pupuk, Harga Gabah Dinilai Tak Sebanding Biaya

Photo Author
- Kamis, 30 Oktober 2025 | 11:15 WIB
ilustrasi padi
ilustrasi padi

NUNUKAN — Para petani padi di Kelurahan Mansapa, Kecamatan Nunukan Selatan, menghadapi sejumlah tantangan serius yang menghambat produktivitas dan meningkatkan biaya operasional, terutama terkait akses terhadap bahan bakar dan pupuk bersubsidi.

Ketua Kelompok Tani Mansapa, Ponding, mengungkapkan bahwa prosedur rumit dan ketersediaan solar bersubsidi menjadi kendala utama. Solar sangat vital untuk mengoperasikan alat pertanian seperti traktor dan mesin penggiling, namun petani kesulitan mendapatkannya.

“Kami ini petani, bukan perusahaan besar. Tapi sekarang beli solar bersubsidi saja sulit, padahal kebutuhan kami jelas untuk menggarap sawah,” ujarnya saat diwawancarai, Rabu (29/10).

Distribusi Pupuk dan Harga Gabah

Selain solar, Ponding juga menyoroti masalah distribusi pupuk. Jatah pupuk bersubsidi yang diterima kelompok tani sering kali tidak mencukupi kebutuhan riil di lapangan, sementara harga pupuk nonsubsidi melonjak hingga dua kali lipat dan memberatkan petani kecil.

“Kalau mau beli pupuk tambahan di luar subsidi, harganya bisa dua kali lipat. Belum lagi proses rekomendasi yang lama,” tambahnya.

Meski menghadapi kendala ini, petani di Mansapa mampu menjaga produksi. Dari lahan seluas sekitar 3,5 hektare, mereka dapat menghasilkan hingga 20 ton gabah setiap kali panen, dengan kemampuan panen hingga tiga kali dalam setahun tergantung kondisi cuaca.

Namun, tantangan berlanjut saat penjualan. Sebagian besar hasil gabah dijual dalam kondisi basah kepada Bulog dengan harga sekitar Rp6.500 per kilogram. Harga ini dinilai belum sebanding dengan tingginya biaya operasional yang mereka tanggung.

“Harga gabah basah di Bulog sekitar enam ribu lima ratus. Kadang kami harus menjemur dulu supaya bisa dijual lebih tinggi, tapi fasilitas penjemuran terbatas,” jelas Ponding.

Ponding berharap agar pemerintah daerah dan pusat memberikan perlakuan yang lebih adil kepada petani kecil, terutama dalam hal kemudahan akses dan penyederhanaan prosedur untuk memperoleh bahan bakar dan pupuk bersubsidi.

Ia juga meminta agar bantuan pertanian—termasuk bibit, alat, dan pendampingan teknis—diberikan secara lebih merata dan tepat sasaran.

“Kami tidak menolak kebijakan apa pun, tapi tolong jangan samakan petani kecil dengan perusahaan besar. Kami bekerja untuk ketahanan pangan, tapi dukungan masih kurang,” pungkasnya. (raw)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X