TENGGARONG - Pelantikan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) hasil seleksi tahun 2024 semestinya dilaksanakan pada bulan April atau Mei tahun ini. Namun, pemerintah pusat mengubah jadwal pelantikan paling lambat PPPK di bulan Juni, dan CPNS di bulan Oktober.
Menanggapi keputusan ini, Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah harap masyarakat dapat bersabar. Mengingat, Kukar sendiri memiliki formasi PPPK sebanyak 5.776. Ia mengungkapkan bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi, mengingat keperluan daerah se-Indonesia berbeda-beda.
"Kalau diserahkan ke pemerintah daerah, sudah saya lantik sejak kemarin. Namun kebijakannya ditunda secara nasional, kita hanya bisa mengikuti aturan yang ada," jelas Edi, Rabu (19/3).
Lanjut Edi, PPPK sepenuhnya berada di kebijakan pemerintah nasional. Sementara, kepala daerah hanya diberi tanggung jawab untuk membayar gaji mereka. Pun Edi menegaskan hingga hari ini, ia bersurat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).
Surat menyurat ini adalah untuk meminta agar proses penempatan PPPK diserahkan kepada pemerintah daerah. Mengingat bahwa Bupati maupun Walikota lebih memahami kebutuhan tenaga kerja di daerah masing-masing. Dan saat ini, penempatan itu masih menggunakan sistem aplikasi nasional, dimana calon PPPK menentukan sendiri lokasi penempatannya.
"Misalnya ada tenaga honorer yang sudah terlatih di Dinas Perhubungan. Namun, karena dalam sistem aplikasinya tidak tersedia formasi di dinas tersebut, mereka akhirnya ditempatkan di bidang lain. Ini yang sudah saya sampaikan dalam surat resmi kepada Menteri PAN-RB," imbuh Edi.
Edi terus meminta agar kepala daerah diberikan kewenangan untuk menempatkan tenaga PPPK sesuai kebutuhan. Karena yang menetapkan dan menggaji mereka adalah pemerintah daerah, namun saat ini pihaknya tidak bisa memindahkan mereka dari lokasi awal yang dipilih melalui aplikasi.
Ia memahami bahwa kebijakan P3K ini awalnya menyatakan bahwa gaji akan dibayarkan melalui Dana Alokasi Umum (DAU), tetapi pada akhirnya, seluruh beban penggajian dikembalikan kepada daerah. Meskipun demikian, Edi menegaskan Pemkab Kukar tetap berkomitmen untuk meningkatkan status tenaga honorer menjadi PPPK.
"Masih banyak kendala lain karena kami tidak diberi kewenangan untuk menempatkan PPPK sesuai dengan kebutuhan organisasi yang ada di daerah. Jadi intinya, kita tunggu saja. Sabar. Ini hal yang biasa dalam birokrasi," pungkasnya. (adv/moe)