PROKAL.CO, TENGGARONG - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kutai Kartanegara (Kukar) memberikan klarifikasi terkait isu pungutan retribusi pelayanan persampahan yang belakangan ramai diperbincangkan. Isu tersebut mencuat setelah beredarnya Surat Edaran (SE) DLHK terkait kebijakan retribusi jasa umum kebersihan.
Salah satu informasi yang menjadi sorotan publik ialah dugaan pungutan Rp10 ribu untuk rumah tangga. Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLHK Kukar, Irawan, menegaskan bahwa kebijakan retribusi mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, namun belum diterapkan kepada rumah tangga.
“Selama ini kita belum mencoba menggali pola retribusi untuk rumah tangga. Untuk rumah sakit dan klinik sudah jelas, perangkat daerah juga sudah jelas. Tetapi untuk rumah tangga, perlu aturan yang lebih tegas. Cantolannya harus jelas, apakah seperti PDAM atau yang lain. Untuk itu perlu koordinasi terlebih dahulu,” jelasnya ke Prokal.co, Senin (17/11)
Ia menyampaikan bahwa selama ini retribusi kebersihan hanya diterapkan pada kantor, bank, rumah sakit, klinik, dan sektor komersial lain yang sudah memiliki dasar pengenaan yang jelas. Sementara untuk rumah tangga, DLHK masih menunggu penguatan regulasi dan mekanisme detail.
Menurut Irawan, Perda Nomor 1 Tahun 2024 memang mencantumkan kategori rumah tangga skala besar, menengah, dan kecil. Namun, belum ada penjabaran rinci tentang mekanisme pungutan, sehingga DLHK tidak dapat melakukan penarikan retribusi.
“Inilah yang membuat kita belum berani memungut retribusi rumah tangga atau membahas mekanismenya secara rinci,” katanya.
Ia menegaskan bahwa surat edaran yang beredar bukan instruksi untuk memungut retribusi dari rumah tangga maupun pelaku usaha. Saat ini DLHK masih fokus mendata OPD dan pelaku usaha untuk memastikan kategori retribusi sesuai aturan.
“Keramaian ini muncul karena dianggap kita sudah melakukan pemungutan, padahal belum. Peraturan daerah memang mengatur retribusi pelayanan kebersihan, namun pungutannya sendiri belum dilakukan,” tegasnya.
Jika ke depan Perda mengalami penyesuaian atau revisi, DLHK memastikan akan melakukan sosialisasi secara menyeluruh, termasuk mekanisme penarikan, pola pengelolaan, hingga strategi optimalisasi retribusi.
“Kita mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 terkait mekanisme dan pola. Kami mencoba tidak terburu-buru menyikapi hal ini, meski sebenarnya payung hukumnya sudah jelas,” pungkasnya.
Untuk diketahui, isi SE ini mengatur beberapa tarif retribusi pelayanan persampahan dan kebersihan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Besaran tarif bervariasi sesuai jenis usaha dan kategori layanan. Instansi pemerintah, OPD, BUMN, BUMD, serta perbankan dikenakan tarif Rp100 ribu per bulan, sementara puskesmas dan klinik sebesar Rp75 ribu per bulan. Untuk sektor akomodasi, hotel dikenakan Rp200 ribu dan hotel melati Rp150 ribu per bulan, sedangkan penginapan atau guest house sebesar Rp100 ribu.
Tarif kos dan pemondokan ditetapkan bertingkat, mulai Rp50 ribu untuk kategori besar, Rp30 ribu kategori sedang, dan Rp20 ribu untuk kategori kecil. SPBU dikenakan Rp50 ribu, supermarket Rp150 ribu, dan toko atau ruko dipatok antara Rp10 ribu hingga Rp30 ribu per bulan sesuai ukuran. Rumah makan besar dan tempat hiburan seperti kafe dan resto dikenakan tarif Rp100 ribu per bulan, tempat olahraga Rp60 ribu, bengkel mobil Rp75 ribu, bengkel motor Rp50 ribu, serta limbah pasar Rp20 ribu per bulan.
Untuk rumah tangga, tarif ditetapkan Rp10 ribu kategori besar, Rp7.500 kategori sedang, dan Rp5.000 kategori kecil. Adapun lembaga pendidikan dikenakan tarif antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per bulan sesuai klasifikasinya, sementara rumah sakit dikenakan Rp100 ribu per angkutan. (moe)