Penemuan kembali bunga langka Rafflesia hasseltii yang mekar di pedalaman hutan Sumatera Barat setelah pencarian lebih dari satu dekade menjadi berita besar di dunia botani. Namun, kehebohan penemuan yang melibatkan kolaborasi peneliti lokal dan ilmuwan dari University of Oxford Botanic Garden and Arboretum Dr Chris Thorogood ini mendadak diramaikan oleh kritik keras dari warganet Indonesia mengenai masalah etika penelitian.
Kritik tersebut diarahkan kepada Oxford University setelah unggahan mereka mendokumentasikan momen emosional penemuan Rafflesia hasseltii. Warganet menilai lembaga bergengsi tersebut gagal memberikan kredit yang setara kepada para peneliti, pemandu, dan komunitas konservasi lokal yang berperan vital dalam kerja lapangan selama bertahun-tahun. Padahal ada peran sangat besar dari peneliti lokal dalam penemuan itu yakni Joko Witono (BRIN), Septi Andriki (pegiat konservasi-pemerhati puspa langka) dan Iswandi (Lembaga Pengelola Hutan Nagari Sumpur Kudus).
Sejumlah tokoh publik ikut menyoroti praktik tersebut, mendesak agar nama-nama ilmuwan dan pemandu lapangan asal Indonesia yang terlibat dalam riset kolaboratif ini disebutkan secara eksplisit. Penemuan Rafflesia sangat bergantung pada pengetahuan dan intuisi pemandu lokal, mengingat bunga parasit ini hanya mekar selama 5 hingga 7 hari di lokasi yang sulit dijangkau.
Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman genus Rafflesia di dunia. Jumlah pasti spesies Rafflesia di Indonesia dapat bervariasi tergantung klasifikasi dan penelitian terbaru, namun laporan ilmiah umumnya menyebut Indonesia memiliki lebih dari 13 spesies yang sudah teridentifikasi.
Secara umum, Indonesia diakui memiliki 16 hingga 17 spesies Rafflesia dari total sekitar 30 spesies yang tersebar di Asia Tenggara.
Pertama, Rafflesia arnoldii Sumatera (Bengkulu, Sumsel) Spesies terbesar di dunia (diameter 90-110 cm) dan merupakan salah satu Bunga Nasional Indonesia (Padma Raksasa).
Lalu ada Rafflesia hasseltii Sumatera (Sumbar, Kerinci Seblat) Jenis yang langka dan memiliki corak bercak putih yang mencolok. Spesies yang baru saja viral.
Kemudian Rafflesia gadutensis Sumatera (Ulu Gadut, Sumbar) Spesies endemik Sumatera, berukuran lebih kecil dari R. arnoldii.
Juga ada Rafflesia bengkuluensis Bengkulu Salah satu dari lima spesies yang teridentifikasi di Bengkulu.
Lalu Rafflesia kemumu Bengkulu Spesies yang baru ditetapkan pada tahun 2017.
Kemudian Rafflesia kerrii Sumatera (Bengkulu Selatan) Ditemukan oleh tim Joseph Arnold dan Rafflesia keithii Kalimantan.
Yang jelas, polemik ini kembali membuka diskusi penting mengenai keadilan ilmiah (scientific equity) dan pengakuan yang layak bagi kontributor dari negara-negara yang kaya biodiversitas seperti Indonesia. (*)