PROKAL.CO- Pola asuh yang didominasi pujian berlebihan seperti “anak pintar” atau perlindungan yang terlalu ketat ternyata menyimpan risiko jangka panjang terhadap perkembangan mental dan kognitif anak. Psikologi modern menemukan bahwa kebaikan semu dalam pola asuh ini dapat menumpulkan daya juang dan kemampuan anak menghadapi kegagalan.
Riset dari Stanford University menyoroti bahwa anak yang terlalu sering dipuji atas hasil akhir, bukan atas proses atau usaha, berpotensi mengembangkan fixed mindset.
“Mereka takut gagal, takut salah, dan akhirnya berhenti mencoba. Otak anak sedang dibentuk untuk mencari validasi, bukan kebenaran,” demikian penjelasan dalam riset tersebut.
1. Pujian Salah Arah Ciptakan Tekanan Berlebihan
Pujian yang tidak cerdas seperti “kamu anak paling hebat” menciptakan tekanan psikologis. Anak belajar bahwa harga dirinya bergantung pada hasil akhir. Ketika gagal, otak anak mengasosiasikan kesalahan sebagai ancaman serius terhadap harga diri mereka.
Dampak: Anak mudah frustrasi, cemas, dan kehilangan minat untuk mencoba hal baru.
Pujian yang Tepat: Sebaliknya, psikolog menyarankan pujian diarahkan pada proses, misalnya, “kamu sudah berusaha keras”. Hal ini melatih daya tahan mental anak dan mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses pertumbuhan.
2. Terlalu Protektif Tumpulkan Nalar dan Fungsi Eksekutif
Orang tua seringkali berusaha melindungi anak dari rasa sakit atau kegagalan kecil. Padahal, justru dalam kesulitan kecil, anak belajar mengenali risiko dan tanggung jawab.
Ketika semua keputusan diambilkan, otak anak kehilangan kesempatan untuk melatih fungsi eksekutif—bagian otak yang bertanggung jawab atas kontrol diri dan pengambilan keputusan.
Dampak: Anak tumbuh dengan kecemasan tinggi saat menghadapi dunia nyata dan menjadi pribadi yang menghindari tantangan, seperti anak yang dilarang ikut lomba karena takut kalah. Mereka tumbuh 'aman' tapi rapuh secara mental.
3. Permissive Parenting Meracuni Disiplin Diri
Kebiasaan selalu menyenangkan anak dan memenuhi semua keinginannya dikenal dalam psikologi perkembangan sebagai permissive parenting. Meskipun bertujuan baik, pola ini merusak konsep batasan dalam diri anak.
Dampak: Anak sulit memahami struktur sosial, memiliki ego besar, empati rendah, tingkat disiplin diri yang buruk, dan kemampuan kontrol emosi yang lemah. Mereka cenderung menolak semua bentuk kritik.