JAKARTA - Pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) yang dilakukan oknum hakim di Indonesia masih marak terjadi. Berdasarkan hasil pantauan dan penindakan yang dilakukan Komisi Yudisial (KY), tahun ini saja, jumlah hakim yang melanggar mencapai 63 orang.
Wakil Ketua KY Sukma Violeta mengatakan, 63 hakim tersebut berasal dari 39 laporan yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH. Bentuk pelanggarannya pun beragam. Mulai dari bersikap tidak profesional sebanyak 42 hakim, tidak menjaga martabat sebanyak 8 hakim, berselingkuh 6 hakim, kesalahan pengetikan 5 hakim dan tidak berperilaku adil 2 orang.
Karena jenis kesalahan beragam, lanjutnya, rekomendasi hukuman yang dilakukan jajarannya pun berbeda. Mulai dari teguran ringan, teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji secara berkala, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian tetap.
“Rekomendasi itu sudah kita sampaikan ke Mahkamah Agung,” kata Sukma di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, kemarin (31/12).
Hanya saja, lanjut dia, mayoritas rekomendasi itu tidak ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung. Dari 39 laporan yang terbukti bersalah, baru 18 saja yang direspon. Itu pun, 14 di antaranya ditolak oleh MA. “Jadi hanya empat laporan saja yang ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Berdasarkan jawaban yang diterimanya, persoalannya masih sama seperti sebelumnya. Di mana MA menilai rekomendasi yang disampaikan KY masuk dalam teknis yudisial. Menurut MA, ranah teknis yudisial tidak menjadi kewenangan KY.
Oleh karena itu, lanjut Sukma, kasus seperti profesionalisme hakim paling dominan ditolak untuk ditindaklanjuti oleh MA. “Contohnya seperti menerbitkan dua putusan yang bertentangan pada kasus yang serupa,” tuturnya. Bagi KY, putusan tersebut terindikasi adanya ketidakprofesionalan hakim. Sementara bagi MA, itu persoalan teknis yang menjadi hak hakim.
Sementara itu, Ketua KY Jaja Ahmad Jayus mengatakan, mandegnya rekomendasi KY di MA merupakan persoalan klasik yang terus terjadi. Hal itu, tidak lepas dari konstruksi UU yang tidak menjadikan rekomendasi KY bersifat final. Untuk itu, selama ini, jajarannya terus mendesak agar ada pembenahan.
“Kita berharap ada revisi,” tuturnya. Jika terus seperti saat ini, Jaja menilai kerja KY tidak akan maksimal. (far/jpg)