nasional

Temuan Terbaru BRIN, Spesies Ular Baru Endemik Danau Towuti di Sulawesi

Kamis, 25 Januari 2024 | 19:45 WIB
Gambar Hypsiscopus indonesiensis, spesies ular air jenis baru yang ditemukan oleh BRIN di Danau Towuti. (brin.go.id)

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Amir Hamidy mengungkapkan, pada 1985 Den Bosch mencatat terdapat 55 jenis ular di Sulawesi. Dua puluh tahun kemudian pada 2005, De Lang dan Vogel merevisi jumlah tersebut menjadi 52 spesies.

Sejak saat itu, tujuh spesies ular baru berhasil diidentifikasi di Sulawesi. Sehingga temuan baru ini menggenapkan jumlah ular darat di Sulawesi menjadi 60 spesies.

Berdasar studi molekuler tim peneliti BRIN bersama tim dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Tanjungpura, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Amir mengungkapkan, ular abu-abu kecokelatan tersebut memiliki ekor yang pipih secara lateral, jumlah baris sisik yang lebih banyak di bagian tengah tubuh, jumlah sisik ventral yang lebih banyak, jumlah sisik ekor yang lebih sedikit, dan pola warna yang khas (blirik) dibanding jenis Hypsiscopus lain. 

”Ada cerita menarik dari temuan H. indonesiensis ini. Spesimen ular ini berasal dari enam spesimen yang dikoleksi pada 2003 dan satu spesimen pada 2019. Jika dilihat rentang waktunya cukup jauh sekitar 16 tahun. Mengapa proses identifikasinya tertunda? Karena jumlah spesimen masih terbatas,” kenang Amir.  

Setelah 2019, sivitas LIPI (pada saat itu) membawa spesimen segar dari Danau Towuti yang sangat membantu proses identifikasi karakter diagnostik menjadi lebih valid. Akhirnya temuan tersebut dipublikasikan pada jurnal Treubia Volume 50 Nomor 1 tahun 2023.

”Jika dilihat dari karekter fisiknya, ular endemik Sulawesi ini populernya disebut ular air ekor pipih. Kelompok genus ini hidup di perairan tawar dan memangsa ikan kecil, anak katak dan kepiting. Dilihat dari panjang tubuhnya, ular air tawar ini pun relatif kecil, yakni kurang dari 1 meter dan hanya tersebar di Danau Towuti. Alhasil ular ini memiliki tingkat endemisitas yang lebih tinggi dibandingkan H. matannensis. Oleh karena itu studi lebih lanjut mengenai populasi dan sebarannya diperlukan untuk mengevaluasi status konservasinya,” imbuh Amir Hamidy.

Baca Juga: KPU Sulsel Musnahkan 1.118 Plat dan 346 Ribu Surat Suara Pemilu 2024

Amir menjelaskan, empat jenis dari genus itu, tiga jenisnya terdapat di Sulawesi dan dua jenis di antaranya adalah endemik Sulawesi, yaitu H. indonesiensis (endemik Danau Towuti) dan H. matanensis di Danau Matano dan beberapa wilayah Sulawesi lainnya.

”Saat ini jumlah ular endemik di Sulawesi hampir mencapai 60 persen. Jika dibandingkan Kepulauan Sundaland jumlah tersebut jauh lebih rendah, namun endemisitasnya lebih tinggi,” papar Amir Hamidy.

Amir menuturkan, tingkat endemisitas yang tinggi dan kekayaan spesies yang relatif rendah kemungkinan besar terkait dengan periode isolasi Sulawesi yang lama dari Kepulauan Sunda Besar lainnya. Oleh karena itu para taksonom Enhydris (sebelumnya genus Hypsiscopus) menyarankan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi status taksonomi Hypsiscopus Sulawesi karena keterbatasan spesimen berpotensi menyesatkan dalam studi morfologi.

”Fragmentasi yang sangat besar ini kemungkinan menjadi penyebab spesiasi alopatrik pada nenek moyang H. matannensis dan H. indonesiensis. Keberadaan spesies H. plumbea yang tersebar luas dan interaksinya dengan dua spesies endemik lain di Danau Matano, Mahalona dan Towuti perlu diteliti lebih lanjut untuk menggambarkan sebaran geohistoris genus Hypsiscopus di Sulawesi,” kata Amir Hamidy. (*)

Tags

Terkini