nasional

Tapera Mestinya Opsional Bukan Kewajiban, Serikat Buruh Ancam Demo dan Ajukan Judicial Review

Selasa, 4 Juni 2024 | 08:15 WIB
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) periode 2023-2028 Shinta Widjaja Kamdani. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc/aa.

Kebijakan iuran tabungan perumahan rakyat (tapera) masih jadi perbincangan hangat di semua kalangan, termasuk pengusaha. Pelaku usaha dengan tegas menyampaikan keberatan.

 

Prokal.co, JAKARTA–Tidak semua perusahaan mampu mendapat tambahan beban iuran wajib di luar iuran yang sudah ada. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menilai, kebijakan potongan gaji bagi para pekerja untuk tapera memang bertujuan baik.

Namun, tidak bisa diterapkan secara merata. ”Harus dilihat bahwa enggak semua perusahaan itu sehat,” ujar Arsjad kemarin (2/6).

 Menurut dia, hal yang berhubungan dengan pengusaha dan pekerja harus menciptakan keseimbangan dan kesinambungan di antara keduanya.

”Ini maksud dan tujuannya baik, tinggal bagaimana supaya jangan memberatkan pengusaha,  tetapi juga membantu pekerja,” beber Arsjad.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menambahkan, sebaiknya kebijakan iuran tapera bersifat opsional atau pilihan.

”Saya menilai kebijakan ini lebih baik bersifat opsional, tidak digeneralisasi. Artinya, pekerja yang ikut iuran tapera adalah mereka yang belum memiliki rumah atau berencana memiliki rumah,” ujar Diana.

Sedangkan pekerja yang telah memiliki atau tengah mencicil rumah tidak perlu diwajibkan ikut tapera. Menurut Diana, keharusan bagi pengusaha dan pekerja membayar iuran tapera dikhawatirkan menjadi beban dan memberatkan pengusaha maupun pekerja.

Pendapat senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani. Dia mengatakan, program tapera sebaiknya bukan kewajiban, melainkan opsional atau sukarela.

”Karena tapera ini kan tabungan. Kenapa tabungan ini diwajibkan? Kalau sukarela, kami tidak ada masalah, jadi kita bukan menolak UU dan PP-nya,’’ ujarnya.

Shinta menilai, program tapera semakin menambah beban, baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja, di tengah adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.

Saat ini saja, beban yang ditanggung pemberi kerja untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja.

 

Halaman:

Terkini