Penjelasan Kemenkeu
Pemerintah menyebut iuran tapera tidak akan digunakan untuk anggaran belanja dalam APBN. Direktur Sistem Manajer Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (DJPB Kemenkeu) Saiful Islam memastikan hal itu.
’’Dana simpanan peserta tapera tidak digunakan untuk kegiatan pemerintah dan tidak masuk ke dalam APBN,’’ ujar Saiful dalam konferensi pers. Saiful menggarisbawahi, justru yang terjadi adalah sebaliknya.
Setiap tahun, melalui APBN, pemerintah memberikan fasilitas pembiayaan rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, dana simpanan peserta tapera juga dicatat dalam akun individu (individual account) masing-masing peserta di bank kustodian.
Dengan begitu, bisa dikelola dan dipupuk dalam instrumen investasi oleh manajer investasi profesional. Yang tidak kalah penting, dana iuran peserta tapera juga akan selalu diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara reguler.
Saiful mengingatkan, program tapera bukanlah kebijakan baru. Sebab, hal itu sudah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016. Karena itu, tidak ada kaitan antara upaya pemerintah mengumpulkan penerimaan negara dengan tapera.
Dia menjelaskan, ada tiga skema pengelolaan dana tapera yang dilakukan BP Tapera. Pertama, dana modal kerja bagi BP Tapera diberikan pemerintah melalui APBN 2018 senilai Rp 2,5 triliun. Dana tersebut dialokasikan guna memenuhi biaya operasional berbagai program serta investasi BP Tapera.
Kedua, BP Tapera melakukan pengalihan dana kelola dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Ini karena Bapertarum-PNS telah berhenti beroperasi sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016.
Dana aset Bapertarum-PNS yang dialihkan ke BP Tapera pada 2018 mencapai Rp 11,88 triliun. ’’Dana peserta ASN eks Bapertarum-PNS saat ini belum dilanjutkan karena peraturan menteri keuangan (PMK) belum dikeluarkan,’’ ujarnya.
Ketiga, BP Tapera memperoleh dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dari APBN pada 2010 hingga kuartal I 2024. Pihaknya mencatat, total dana FLPP yang diterima oleh BP Tapera mencapai Rp 105,2 triliun.
’’APBN setiap tahun, paling tidak sampai 2024, mengalokasikan sebagian dari investasi FLPP (ke BP Tapera), yang diharapkan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam bentuk rumah murah,’’ jelas Saiful.
Terpisah, anggota DPR dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan, masalah tapera sebenarnya bukan soal sosialisasi. Melainkan terlalu lamanya pengundangan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
Delapan tahun setelah diterbitkan, baru dibuat PP pada 2020 dan 2024. ’’Dan akan menunggu lagi peraturan menteri ketenagakerjaan. Sebab, situasi perekonomian masyarakat saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan saat UU Tapera ini dibahas,’’ terangnya.
Padahal, kata Suryadi, UU tentang Tapera pada 2016 lalu mendapat dukungan dari berbagai organisasi buruh. Misalnya, Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Bahkan, Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) diundang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) DPR pada 23 November 2015. Saat ini, lanjut dia, sudah terlalu banyak potongan gaji pekerja.