nasional

Penolakan Tapera Terus Mengalir, Kali Ini Giliran Guru  

Faroq Zamzami
Kamis, 6 Juni 2024 | 10:53 WIB
ilustrasi guru

Prokal.co, JAKARTA-Penolakan terhadap Tapera terus berdatangan. Giliran Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) ikut menolak program yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 tersebut.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G) Satriwan Salim menyatakan, para guru sangat cemas dengan rencana tersebut. Terutama, guru-guru swasta dan honorer atau Non ASN. "Para guru swasta dan honorer merasa cemas, karena lagi-lagi akan terjadi pemotongan gaji," ungkapnya.

Mereka menilai, bahwa kondisi kesejahteraan guru saja masih belum stabil bahkan bisa dikatakan minimalis, dengan gaji yang termasuk paling rendah dibanding profesi lain. Dalam survei Kesejahteraan Guru yang dilakukan oleh IDEAS tahun 2024 saja menunjukan bahwa 42,4 persen guru gaji per bulannya masih di bawah Rp 2 juta.

Dari survei yang sama, ditemukan 74,3 persen penghasilan guru honorer atau kontrak yaitu di bawah Rp 2 juta rupiah. Sementara itu, gaji guru yang berkisar antara Rp 2-3 juta sebesar 12,3 persen; gaji Rp 3-4 juta sebanyak 7,6 persen; gaji Rp 4-5 juta sebanyak 4,2 persen dan di atas 5 juta hanya 0,8 persen.

Sementara, dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, pasal 7 huruf (1) menyebut bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta.

"Kemudian yang jadi soal, jika guru tersebut berada di wilayah provinsi dengan Upah Minimum 2 juta, seperti Jawa Tengah dan Jogjakarta, mereka dianggap layak ikut Tapera. Padahal dengan gaji sekecil itu mereka masih harus dipotong Tapera dan banyak potongan lainnya," keluhnya.

Kemudian, lanjut dia, ada kecemasan terkait bisa tidaknya dana Tapera dicairkan. Selain itu, belum ada bukti peserta bisa mendapatkan rumah setelah menabung di Tapera. "Belum pernah diketahui ada bukti nyata," sambungnya.

Menurut Satriwan, ada ketakutan nasib Tapera akan seperti asuransi ASABRI dan JIWASYARA yang dikorupsi besar-besaran. Seperti diketahui, Korupsi ASABRI telah merugikan negara hingga Rp 22,7 Triliun. Begitu pula JIWASRAYA, BUMN yang mengelola dana pensiun dan di asuransi ini juga ada korupsi dengan kerugian negara Rp 16,8 Triliun.

"Bagaimana kalau Tapera berakhir nahas seperti ASABRI dan JIWASRAYA? Guru itu kelompok marjinal dan lemah, tidak punya kekuatan melawan atau menggugat. Peluang mengadu dan memprotes juga sangat kecil," tambah Kabid Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri. Bayangkan, imbuh dia, dana pensiun TNI dan Polri saja dengan mudah dikorupsi."Bagaimana para guru bisa yakin Tapera akan lebih baik?," sambung Iman yang juga merupakan guru honorer tersebut.

Iman menyatakan, gaji guru Non-ASN sudah banyak dipotong dengan berbagai jenis potongan. Tentu Tapera akan menjadi beban tambahan bagi guru dengan gaji yang sangat kecil dan kurang.Tak heran bila  dalam laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebanyak 42 persen yang terjerat pinjol berprofesi sebagai guru. Kemudian, survei IDEAS pun menunjukan 79,6 persen guru memiliki utang kepada teman, keluarga, koperasi dan BPR.

"Coba bayangkan, dengan gaji hanya 2 juta, lalu dipotong BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Iuran Wajib Bulanan Organisasi Profesi Guru, Koperasi Sekolah, pemotongan karena ada utang, dan lainnya. Lalu, ditambah Tapera yang rumahnya juga belum jelas," keluhnya.

Karenanya, ketimbang Tapera, P2G mendorong pemerintah membuat program kredit perumahan untuk Guru yang murah dan terjangkau. Bukan tabungannya dulu, tapi rumahnya tidak jelas.

Kalaupun mau dipaksakan memberlakukan Tapera, maka harus dibuat standar upah minimum guru yang berlaku secara nasional. Hal ini akan meringankan guru yang gajinya banyak dipotong sana-sini.

"Pemerintah hendaknya tidak mempersulit profesi guru. Padahal dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 memerintahkan negara agar memenuhi hak-hak guru. Yang terjadi sekarang malah sebaliknya, penghasilannya sangat minimum dengan potongan-potongan yang maksimum," katanya. (dee/mia/jpg/far)

Tags

Terkini