nasional

Polisi Klaim Tangkap Bjorka, Lah Ini Bjorka Klaim Bocorkan 341 Ribu Data Personel Polri

Senin, 6 Oktober 2025 | 11:17 WIB
Tangkapan layar. (X)


JAKARTA – Dunia siber Indonesia kembali diguncang oleh aksi peretas misterius Bjorka. Melalui laman X pribadinya, Bjorka mengklaim telah merilis data pribadi 341 ribu personel Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Aksi ini disebut-sebut sebagai respons terhadap langkah kepolisian yang menangkap seseorang yang dianggap sebagai 'Bjorka palsu' atau faker.

Informasi ini pertama kali diungkap oleh pakar keamanan siber Teguh Aprianto melalui akun X miliknya, @secgron, pada Sabtu, 4 Oktober 2025.

"Polisi mengklaim menangkap Bjorka. Padahal yang ditangkap itu cuma faker alias peniru. Bjorka kemudian merespons dengan membocorkan 341 ribu data pribadi anggota Polri,” tulis Teguh.

Data yang dibocorkan Bjorka mencakup nama lengkap, pangkat, satuan tugas, nomor ponsel, dan alamat email anggota Polri. Data tersebut diunggah secara gratis dan dapat diakses bebas oleh publik.

Namun, hasil penelusuran menunjukkan bahwa data yang dibocorkan bukan data terbaru, melainkan data lama yang berasal dari periode 2016–2017. Artinya, sebagian personel yang tercantum kemungkinan sudah tidak aktif atau bahkan telah purnawirawan.

Aksi Bjorka ini terjadi tak lama setelah Polda Metro Jaya menangkap seorang pria berinisial WFT di Minahasa, Sulawesi Utara, yang mengaku sebagai pemilik akun X bernama @bjorkanesiaaa. WFT disebut telah menggunakan identitas Bjorka sejak tahun 2020 dan bahkan mencoba memeras sebuah bank dengan mengatasnamakan sang hacker.

Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menyatakan pihaknya masih mendalami peran WFT. Meski demikian, polisi belum memastikan apakah WFT memiliki kaitan dengan aksi-aksi besar Bjorka sebelumnya—seperti kebocoran 1,3 miliar data kartu SIM, data KPU, hingga dokumen transaksi pemerintah yang sempat ramai sejak 2022.

Aksi Bjorka, meski menggunakan data lama, sekali lagi memperlihatkan lemahnya tata kelola data di institusi negara. Pakar siber menilai, kebocoran berulang yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir adalah peringatan keras bagi pemerintah. Peristiwa ini menyoroti pentingnya audit keamanan siber dan transparansi pemerintah dalam penanganan insiden data, serta mendesak adanya penguatan sistem keamanan digital dan mekanisme mitigasi insiden yang lebih baik.(*)

Terkini