"Perjanjian nominee bebas bentuk. Bisa tertulis, bisa implisit dan mengikat sejak disepakati," kata Ghansham.
Pembelian PT DNP oleh PT Jawa Pos dengan menggunakan nama Nany Widjaja yang saat itu menjabat sebagai direktur PT Jawa Pos, dikatakan sebagai praktik nominee atau pinjam nama yang mengikat secara hukum.
Hal itu juga diperkuat dengan bukti pembayaran dividen PT DNP kepada PT Jawa Pos selama bertahun-tahun yang menegaskan bahwa pemilik PT DNP sebenarnya adalah PT Jawa Pos.
”Dengan adanya akta pernyataan dan ada pelaksanaan dari pernyataan tersebut (pemberian dividen), menunjukkan bahwa di sini terdapat nominee,” ujarnya.
Keterangan Ghansham sejalan dengan keterangan ahli Profesor Nindyo Pramono, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, yang memberikan keterangan ahlinya di kasus yang sama pada sidang sebelumnya.
Konflik Kepentingan
Pembelian saham PT DNP oleh PT Jawa Pos dengan meminjam nama Nany selaku direktur berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Di satu sisi, direktur punya kapasitas mewakili perusahaan untuk membeli saham, di sisi lain direktur tersebut juga memiliki kepentingan pribadi karena saham diatasnamakan dirinya sendiri.
Baca Juga: Jawa Pos Nilai Klaim Nany Widjaja soal PT DNP Tidak Berdasar, Ini Penjelasannya
”Dalam kondisi ini, satu sisi dia punya kapasitas mewakili PT, tetapi dalam sisi lain dia mewakili kepentingan sendiri. PT seharusnya mendapat keuntungan, tapi tindakan ini dapat menguntungkan dirinya sendiri. Ini kondisi yang bertolak belakang, konflik,” tutur Ghansham.
Dibuktikan Pidana Dulu
Ghansham juga menanggapi pertanyaan para pengacara penggugat yang mengklaim bahwa Nany tidak pernah membuat akta pernyataan maupun menandatanganinya.
Menurut dia, harus ada pembuktian lebih dulu apabila akta tersebut diduga palsu. ”Maka harus dibuktikan secara pidana dulu,” kata Ghansham.
Pengacara PT Jawa Pos, E.L. Sajogo, menambahkan bahwa gugatan perdata Nany bukan soal sengketa kepemilikan. "Tetapi tentang akta nominee. Karenanya proses pidana harus berjalan tanpa menunggu putusan perdata," ujar Sajogo.
Menurut Sajogo, apabila perjanjian nominee itu batal, maka berdasarkan keterangan ahli, harus kembali ke keadaan semula. ”Maka (saham) harus dikembalikan kepada penerima manfaat yang benar, yaitu PT Jawa Pos,” kata Sajogo. (gas)