nasional

Fatwa MUI: Rumah Hunian Primer Tak Boleh Dikenai PBB Berulang, Dirjen Pajak Turun Gunung, Siap Tabayun

Kamis, 27 November 2025 | 13:21 WIB
Ilustrasi pajak bumi dan bangunan.

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan bahwa fatwa terbarunya mengenai pajak berkeadilan, yang di dalamnya menyoroti ketidaklayakan pengenaan pajak berulang (seperti PBB) pada rumah hunian non-komersial, bertujuan demi kemaslahatan umat. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyambut baik fatwa tersebut dan menyatakan prinsip-prinsipnya selaras dengan sistem perpajakan nasional yang berlaku.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Bimo Wijayanto, di Jakarta, Selasa (25/11), menegaskan bahwa Komisi Fatwa MUI telah memahami regulasi perpajakan yang telah disampaikan dalam pertemuan sebelumnya.

“MUI ini kan lebih ke arah bagaimana umat Islam bisa lebih memahami konteks dari sisi kesepakatan para ulama. Setelah ini kami juga akan tabayun, supaya menghindari polemik perbedaan pendapat yang tidak perlu," tutur Bimo.

Fatwa MUI: Rumah Hunian Primer Tak Boleh Dikenai PBB Berulang


Fatwa pajak berkeadilan dikeluarkan MUI pada Minggu (23/11). Salah satu poin krusial yang digarisbawahi oleh MUI adalah bahwa rumah hunian dan properti yang bukan komersial tidak boleh dikenai pajak berulang seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan alasan di balik fatwa ini. Menurutnya, rumah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, sejajar dengan sandang dan pangan, sehingga tidak layak dikenakan pajak secara berulang.

Niam menegaskan bahwa fatwa ini merupakan inisiatif murni dari MUI untuk merespons polemik kenaikan PBB yang dinilai "ugal-ugalan" di masyarakat beberapa waktu lalu, dan semata-mata untuk tujuan positif serta kemaslahatan umat.

Prinsip Perpajakan Nasional Selaras dengan Keadilan
Menanggapi fatwa tersebut, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menekankan bahwa prinsip tidak dikenakannya pajak kepada masyarakat yang tidak mampu sudah lama diterapkan dalam sistem perpajakan nasional. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak): Konsep ini menjadi instrumen utama perlindungan bagi masyarakat dengan pendapatan rendah.

Threshold UMKM: Bimo juga mencontohkan batas threshold untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), di mana penghasilan di bawah Rp 500 juta tidak dikenai pajak, sementara omzet Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar dapat memanfaatkan skema pajak final.

MUI sendiri menyatakan siap menerima kedatangan Ditjen Pajak Kemenkeu untuk bertabayun lebih lanjut. "Tapi, waktu (pertemuannya) belum ditentukan,” kata Niam ketika dikonfirmasi pada Rabu (26/11). Kedua pihak telah saling kontak untuk mengatur jadwal pertemuan. (*)

Terkini