nasional

Jadi Penyebab Konflik, Mantan Ketua Umum PBNU Saran Agar Konsesi Tambang Dikembalikan ke Pemerintah

Rabu, 10 Desember 2025 | 10:02 WIB
Said Aqil Siraj.

JAKARTA — Polemik internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) semakin memanas menyusul penerbitan surat pemecatan terhadap KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum PBNU. Akar permasalahan ini diduga kuat terkait izin usaha pertambangan (IUP) yang dikelola oleh organisasi tersebut.

Mantan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj, sebelumnya menyarankan agar konsesi tambang tersebut dikembalikan kepada pemerintah demi menghindari konflik internal yang semakin melebar.

Namun, anggota Majelis Penasehat Organisasi (MPO) IKA PMII, Idrus Marham, memiliki pandangan berbeda. Ia menyatakan bahwa pemberian IUP oleh pemerintah kepada PBNU bukanlah inti masalah, melainkan tata kelola internal.

Idrus Marham menekankan bahwa IUP seharusnya dipandang sebagai bentuk penghargaan pemerintah terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas).

"Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Pak Kiai [Said Aqil] yang mengatakan bahwa kalau memang IUP ini menjadi trigger pemicu, maka sebaliknya dikembalikanlah, saya ingin mengatakan bahwa masalah IUP itu bukan, tidak lagi jadi masalah, IUP tidak masalah, bahkan kita harus berterima kasih kepada pemerintah karena telah memberikan atensi," kata Idrus Marham di Jakarta, Senin (8/12).

Menurutnya, persoalan muncul karena pengelolaan internal menjadi ajang perebutan.

"Pengelolaan IUP itu di sini ada perebutan oknum-oknum tertentu, baik langsung maupun tidak langsung dan di sini permainan yang langsung itu langsung kelihatan, ada juga yang tidak langsung dia memainkan di luar," tegasnya.

Idrus juga mengingatkan bahwa NU sejak awal dibangun sebagai gerakan pemikiran dan keagamaan. Ia menilai sikap Gus Yahya yang enggan mundur dari jabatan Ketua Umum adalah hal yang wajar.

Namun, Idrus menyarankan agar polemik internal di tubuh PBNU sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme tertinggi organisasi, yaitu Muktamar.

"Muktamar Lampung diundur enam bulan karena Covid. Maka secara logika sekarang harus dimajukan kembali enam enam bulan. Artinya, proyeksi muktamar paling lambat Mei–Juni 2026," pungkasnya.

Sebelumnya, KH Said Aqil Siroj di Pesantren Tebuireng, Jombang, pada Sabtu (6/12), menyikapi polemik ini dengan tegas. Setelah melakukan evaluasi mendalam, ia menilai konsesi tambang sebaiknya dikembalikan kepada pemerintah demi menjaga ketenangan internal organisasi dan menghindari madharat (keburukan) yang semakin nyata.

"Saya sejak awal menghormati inisiatif pemerintah. Itu bentuk penghargaan yang baik. Tetapi melihat apa yang terjadi belakangan ini, konflik semakin melebar, dan itu membawa madharat yang lebih besar daripada manfaatnya. Maka jalan terbaik adalah mengembalikannya kepada pemerintah," imbuh Said Aqil. (*)

Terkini