• Minggu, 21 Desember 2025

KIKA Tolak Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Pengkhianatan terhadap Semangat Reformasi

Photo Author
- Sabtu, 1 November 2025 | 14:18 WIB

PROKAL.CO, SAMARINDA — Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan penolakan tegas terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade (1966–1998).

Dalam pernyataannya, KIKA menilai usulan Kementerian Sosial (Kemensos) yang memasukkan nama Soeharto ke dalam 40 nama calon penerima gelar Pahlawan Nasional sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi dan nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan sejak 1998.

“Pemberian gelar ini bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi, tetapi juga merupakan luka baru bagi korban pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa Orde Baru,” jelas Herdiansyah Hamzah disapa akrab Castro yang tergabung juga dalam KIKA mengeluarkan siaran pers, Jumat (1/11/2025).

Castro menambahkan KIKA menilai pemerintahan Orde Baru meninggalkan warisan buruk berupa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pembungkaman kebebasan pers, serta pelemahan institusi demokrasi.

Selama berkuasa, Soeharto disebut menggunakan kekuasaan negara untuk menekan kebebasan berpikir dan mengendalikan kehidupan politik dengan cara represif. Sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa itu antara lain Peristiwa 1965–1966, Penembakan Misterius (Petrus), Tragedi Tanjung Priok, Talangsari, Operasi Militer di Aceh, hingga Penghilangan Paksa Aktivis dan Tragedi Trisakti–Semanggi pada 1998.

Selain itu, lembaga Transparency International pada 2004 pernah menobatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan estimasi penggelapan dana publik sebesar 15–35 miliar dolar AS.

KIKA menyoroti kontradiksi moral dalam usulan Kemensos yang juga memasukkan nama Marsinah, aktivis buruh yang dibunuh pada era Orde Baru, sebagai calon pahlawan nasional.

“Menjadikan Soeharto pahlawan sementara Marsinah adalah korban dari sistem represif yang ia bangun merupakan bentuk ironi sejarah dan penghinaan terhadap perjuangan kemanusiaan,” tegas KIKA.

KIKA juga mengingatkan bahwa pada 2023, Presiden Joko Widodo telah mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, sebagian besar di antaranya terjadi di bawah kekuasaan Soeharto. Fakta tersebut, menurut KIKA, menegaskan bahwa Soeharto tidak layak digelari pahlawan nasional.

Lebih lanjut, KIKA menilai langkah pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto berpotensi merusak warisan reformasi 1998 dan memutar balik arah sejarah demokrasi Indonesia.

“Upaya ini adalah pengkhianatan terbesar terhadap mandat rakyat sejak 1998. Reformasi lahir untuk menggulingkan kekuasaan otoriter Soeharto, bukan untuk memuliakannya kembali,” tulis KIKA.

Organisasi yang beranggotakan akademisi dan peneliti lintas universitas itu menegaskan empat sikap utama:
1. Menolak tegas wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
2. Mendesak negara mengakui dan menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu serta memberi keadilan bagi para korban.
3. Menegaskan pentingnya kebebasan akademik dan pendidikan sejarah yang jujur agar tidak terjadi distorsi atas pelaku pelanggaran HAM.
4. Mengajak masyarakat sipil mempertahankan semangat reformasi dan menolak normalisasi kekuasaan otoriter.
“Bangsa yang melupakan luka sejarahnya akan kehilangan arah moralnya. Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menghapus jejak kejahatan negara dan melecehkan ingatan para korban,” pungkas KIKA. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X