SAMARINDA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) hingga kini belum menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, memicu desakan keras dari serikat buruh. Mereka menuntut pemerintah menaikkan upah sebesar Rp300 ribu, menilai kenaikan tahun-tahun sebelumnya tidak lagi mampu mengimbangi kebutuhan hidup pekerja.
Ketua Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kaltim, Bambang Setiono, menyatakan bahwa kenaikan UMP harus lebih besar daripada formula yang diterapkan sebelumnya.
“Jangan hanya lima persen. Kalau ekonomi baik, harus ada penghargaan kepada buruh. Harapan kami UMP 2026 naik,” ujar Bambang.
KSBSI secara spesifik mengusulkan kenaikan sebesar Rp300 ribu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kenaikan UMP 2025 yang hanya mencapai Rp232 ribu. Bambang menegaskan bahwa penetapan UMP tidak boleh sekadar mengambil jalan tengah antara usulan buruh dan pengusaha.
“Tuntutan ini bukan soal keras kepala. Kalau buruh minta naik 10 persen, Apindo minta 5 persen, masa langsung ambil tengah? Harus lihat inflasi dan kebutuhan hidup,” katanya.
Senada, Ketua Serikat Buruh Borneo Indonesia (SBBI), Nason Nadeak, menyoroti daya beli buruh Kaltim yang dinilainya masih sangat rendah.
“Kalau UMP sekarang Rp3,4 juta dan naiknya cuma Rp100 ribu, apakah cukup bayar listrik, air, dan kebutuhan lain selama 30 hari?” ujarnya.
Nason menekankan bahwa perhitungan UMP seharusnya mengacu pada kebutuhan riil pekerja, meliputi sandang, pangan, papan, hingga biaya pendidikan, untuk menjamin kebutuhan hidup layak. Ia mengingatkan bahwa UMP Kaltim pernah hampir setara dengan DKI Jakarta pada periode 2000–2010, namun kini tertinggal jauh, padahal harga kebutuhan pokok dinilai tidak jauh berbeda.
Selain itu, serikat buruh juga menyoroti regulasi nasional yang dianggap sudah tidak relevan. Mereka menilai Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2023 harus diperbaiki menyusul putusan Mahkamah Konstitusi.
“Formulasinya jelas: lihat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks kebutuhan hidup layak. Tidak boleh ada rumus lain,” tegas Nason.
Serikat buruh khawatir penetapan UMP 2026 akan kembali molor apabila regulasi baru tak kunjung diterbitkan, yang pada akhirnya akan menciptakan ketidakpastian bagi para pekerja di Kaltim. (*)