SAMARINDA – Kasus dugaan perundungan yang berujung kekerasan fisik kembali mengguncang Kota Samarinda. Seorang murid kelas IV Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Samarinda Seberang dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami patah kaki akibat dianiaya oleh teman sekolahnya. Korban (10 tahun), mengalami kejadian fatal tersebut pada Rabu (26/11/2025).
Menurut keterangan yang dikumpulkan, peristiwa bermula ketika korban mencoba menegur dua temannya. Keduanya ditegur karena dituding membuat salah satu siswa lain menangis. Orang tua korban yang tidak terima dengan kejadian tersebut lantas meminta pendampingan dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim. Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, pada Kamis (27/11/2025) menyatakan pihaknya langsung mendatangi korban untuk melihat kondisi dan mendengarkan kronologi langsung.
"Kami datang menemui korban untuk melihat langsung kondisinya dan mendengarkan kronologinya," kata Rina. Berdasarkan penuturan korban, Rina menjelaskan bahwa pelaku sempat mencoba mencekik korban saat ditegur, namun dapat ditepis. Namun, tak lama setelah itu, teman pelaku lainnya diduga langsung membanting tubuh korban.
“Setelah korban jatuh, posisi kaki kanannya mengenai dinding. Pelaku kemudian menindih kaki korban hingga terdengar bunyi keras,” jelas Rina Zainun.
Akibat tekanan dan benturan keras tersebut, kaki kanan korban langsung bengkok dan ia menjerit kesakitan sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit.
Rina Zainun dengan tegas menyatakan bahwa insiden ini bukanlah sekadar candaan atau insiden biasa antarteman. "Kasus ini sudah sampai menyebabkan patah kaki. Ini bukan candaan. Ini adalah kekerasan dan harus ditindaklanjuti secara serius," tegasnya.
TRC PPA Kaltim saat ini telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Samarinda untuk memastikan kasus ini ditangani secara cepat dan menyeluruh. Rina juga mendesak pihak sekolah untuk mengambil langkah bijak, tidak hanya untuk melindungi korban, tetapi juga memberikan pembinaan tegas kepada pelaku.
"Sikap sekolah sangat menentukan. Perundungan, baik verbal maupun fisik, tidak boleh dinormalisasi, apalagi jika menimbulkan dampak serius seperti ini," tutupnya. (oke/beb)