Program Sekolah Rakyat yang diusung pemerintah pusat dalam rangka penuntasan kemiskinan ekstrem mulai memasuki tahap persiapan di Samarinda. Kota ini menjadi salah satu dari lima daerah yang diklaim paling proaktif menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2024 tentang optimalisasi pengentasan kemiskinan ekstrem.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Asli Nuryadin, menyebut keterlibatan Samarinda merupakan bentuk keseriusan pemerintah daerah untuk merespons kebijakan nasional.
Baca Juga: Terowongan Samarinda Nyaris Rampung, Wali Kota Minta Pemprov Bantu Melebarkan Jalan
Namun, hingga kini belum ada kepastian waktu pelaksanaan karena sejumlah dokumen administratif masih dalam proses.
Program ini melibatkan tiga kementerian, yakni Kementerian Sosial (Kemensos) untuk pengelolaan peserta didik dan aset, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk kurikulum dan guru, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan fisik sekolah.
Pendanaannya seluruhnya berasal dari anggaran pusat. Asli menyebut estimasi anggaran untuk sekolah rakyat di Samarinda mencapai Rp 280 miliar. Sehingga dapat dipastikan bentuk bangunannya akan mewah layaknya gedung-gedung sekolah yang unggulan.
“Saya sudah dua kali ke Jakarta untuk membahas ini. Semua dokumen yang diminta pusat sudah kami kirim, termasuk status lahan yang sedang kami urus ke BPN,” ujarnya, Rabu (23/4).
Sekolah Rakyat disebut berbeda dari sekolah model yang selama ini ada dengan bangunan megah dan sistem boarding school. Sasaran utama adalah anak-anak dari keluarga miskin yang masuk dalam kategori desil 1 dan 2. Mereka akan diasramakan dengan tujuan membentuk kebiasaan dan karakter sejak dini.
Namun, belum dijelaskan lebih lanjut bagaimana sistem pendampingan dan pengawasan dalam skema tersebut. “Anak-anak ini harus dibiasakan hidup bersih, tahu cara pakai wastafel, tahu bagaimana pakai teknologi. Itu yang mau kita ubah melalui boarding school,” kata Asli.
Untuk tahap awal, Disdikbud menyewa lokasi sementara di Kampus Melati dengan kapasitas 100 siswa, terdiri dari 50 tingkat SD dan 50 SMP. Proses seleksi tidak dibuka secara umum, karena siswa sudah ditentukan berdasarkan data kemiskinan yang dihimpun Dinas Sosial.
“Yang kami tunggu sekarang adalah kesediaan mereka (orang tua dan siswa) ikut boarding. Karena datanya sudah ada, tinggal teknis pelaksanaannya,” jelasnya.
Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah pusat soal jadwal pasti pembangunan dan operasional sekolah. Samarinda bersama empat daerah lain yakni Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Mahakam Ulu, dan Provinsi Kalimantan Timur disebut masih “beradu argumen” untuk memastikan skema terbaik yang akan dipilih. “Yang jelas, kami siap. Tapi pusat yang menentukan semuanya, termasuk perekrutan tenaga pendidik. Itu langsung dari kementerian,” pungkas Asli. (hun/nha)