Kemungkinan batalnya rencana Presiden Joko Widodo untuk pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) pada bulan ini diperkirakan akan memberikan dampak besar, terutama terhadap kepercayaan investor asing yang hingga kini belum berkontribusi pada pembangunan IKN.
Sejak bulan lalu, Presiden Joko Widodo telah menyatakan rencananya untuk tinggal di IKN pada Juli 2024, dengan syarat air bersih dan listrik sudah tersedia di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). KIPP IKN terdiri dari tiga desa dan kelurahan di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yaitu Desa Bumi Harapan, Kelurahan Pemaluan, dan Desa Bukit Raya.
Baca Juga: Presiden Belum Mau Pindah ke IKN, Ini Alasannya
Namun, hingga saat ini, kawasan seluas 6.000 hektare tersebut masih mengalami krisis air karena infrastruktur pendukungnya belum selesai dibangun. Kondisi inilah yang membuat Presiden Joko Widodo masih ragu untuk pindah ke IKN dalam waktu dekat.
"Padahal, bukan hanya di IKN yang mengalami krisis air. Masyarakat Kalimantan Timur juga menghadapi krisis air, seperti di Balikpapan dan Samarinda yang sering mati air. Bahkan di PPU pun, yang berada di sekitarnya, juga krisis air. Ini akibat ketidakjujuran sejak awal, terutama pada kajian Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)," ujar Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Purwadi, kepada Kaltim Post, Selasa (9/7).
Dia juga menyebutkan, apabila Presiden Joko Widodo benar-benar batal pindah ke IKN pada bulan ini seperti yang dijanjikannya bulan lalu, maka akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap masuknya investasi asing ke IKN. Selama ini, para pemilik modal besar dari luar negeri masih menunggu dan mengamati situasi politik dan ekonomi di Indonesia, termasuk kebijakan yang akan diambil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto.
"Semua orang dan banyak pengamat mengatakan hal itu. Investor asing masih wait and see. Investasi asing ini jangan dianggap sepele. Jika tidak bisa menyelesaikan masalah dengan investasi di luar APBN, maka akan mengganggu keuangan negara karena terus menggerus APBN," ujar Purwadi.
Jika pembangunan IKN masih sepenuhnya mengandalkan APBN, maka akan memberikan dampak besar pada sektor lainnya, seperti anggaran pendidikan dan kesehatan yang akan dialihkan untuk pembangunan IKN.
Termasuk pembangunan infrastruktur di daerah, salah satunya Kalimantan Timur, juga akan merasakan dampaknya. Karena lokasi IKN berada di Kalimantan Timur, maka pembangunan infrastruktur di kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur akan diarahkan untuk pembangunan IKN yang ada di sebagian wilayah PPU dan Kutai Kartanegara (Kukar).
"Ini dampak yang besar. Makanya jangan main-main," pesannya. Purwadi juga menyampaikan, jika kebutuhan dasar seperti air dan listrik masih belum dapat dipenuhi hingga bulan Agustus nanti, maka akan berpengaruh pada rencana peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79 yang akan dilaksanakan di IKN.
Kebutuhan dasar seperti air menjadi hal yang utama bagi masyarakat dan tamu undangan yang akan hadir dalam upacara tersebut. Apalagi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan menghentikan sementara kegiatan pembangunan di IKN pada 10 Agustus nanti hingga selesainya rangkaian kegiatan peringatan HUT RI di IKN pada 17 Agustus 2024.
"Yang dikhawatirkan, jangan sampai nanti upacara di IKN ini akan menjadi upacara pertama dan terakhir. Jangan sampai jadi seperti Hambalang kedua karena infrastrukturnya belum siap," ujarnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul Samarinda ini kembali menekankan bahwa membangun ibu kota negara baru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat seperti target ambisius yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, yaitu membangun IKN dalam dua tahun sejak 2022 dan beroperasi pada tahap awal di tahun 2024.
"Tidak bisa bekerja seperti Bandung Bondowoso. Sering saya bilang, ini bukan proyek Simsalabim. Butuh anggaran besar. Sementara APBN kita, untuk membayar pokok utang saja mencapai Rp 800 triliun dengan bunganya Rp 345 triliun. Kita sedang pusing mencari sumber keuangan," tegasnya.