ikn

Kopi Liberika Sepaku: Potensi Tersembunyi dari Ibu Kota Nusantara yang Siap Menjadi Primadona

Sabtu, 27 Juli 2024 | 08:00 WIB
DARI IKN: Kopi Liberika Sepaku. (ISTIMEWA)

Oleh: Suyanto, warga Tengin Baru, Sepaku

PROKAL.CO-Bagi masyarakat dan petani di Kecamatan Sepaku, Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dikembangkan adalah yang bisa menghasilkan pendapatan secara langsung dan jangka pendek.

Masyarakat perdesaan umumnya menjual hasil panen yang dapat memberikan nilai manfaat ekonomi untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada awal transmigrasi di Sepaku, komoditas yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi adalah komoditas lada atau sahang.

Ini merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan Kalimantan Timur (Kaltim), yang memegang peran strategis dalam perekonomian masyarakat di wilayah ini.

Capaian tertinggi harga sahang pernah menyentuh Rp 150 ribu per kilogram pada 1998.

Ini adalah capaian tertinggi, dan sebagai dampaknya adalah meningkatnya belanja. Petani bisa membeli kendaraan, membuat rumah yang lebih layak, hingga meningkatkan pendidikan anak-anak mereka.

Baca Juga: Mengenal Kopi Liberika Sepaku Asal IKN, Berawal dari Transmigrasi Tahun 1977

Selanjutnya komoditas kelapa sawit yang hingga saat ini mampu merubah taraf hidup di desa dengan mendapatkan income yang layak dan setiap minggu bisa panen sawit, dengan masa tanam yang singkat empat tahun sudah berbuah.

Dengan lahan hasil transmigrasi seluas 2 hektare mampu membiaya hidup, menempuh pendidikan keluarga yang cukup.

Berbeda dengan komoditi Kopi Liberika Sepaku yang setelah kami berikan nama karena mampu tumbuh, mampu bersaing dengan tanaman liar sampai saat ini di Sepaku belum bisa menyelesaikan masalah bagi masyarakat di Sepaku dari sisi pendapatan.

Kopi Liberika Sepaku tidak menjadi prioritas untuk dikembangkan secara besar-besaran.

Kopi Liberika Sepaku hanya sebatas untuk kebutuhan konsumsi keluarga dan kebutuhan pribadi, itu pun bagi sedikit orang.

Bahkan bagi masyarakat mengkonsumsi kopi lebih banyak membeli kopi bubuk di warung untuk hidangan jamuan tamu di rumah.

Budidaya kopi memang relatif tidak terlalu sulit. Hanya perawatan terutama wiwil yang harus rutin agar produksi buah bisa lebih maksimal. Pengetahuan seperti ini belum banyak dipahami oleh masyarakat desa di Sepaku.  

Baca Juga: Mengenal Kopi Liberika Sepaku Asal IKN, Mampu Tumbuh di Mana-Mana

Nah timbul pertanyaan, mengapa masyarakat desa di Sepaku ogah menanam Kopi Liberika Sepaku yang kalau melihat potensi konsumsi kopi di Indonesia dan bahkan dunia sangat besar bahkan belum cukup untuk dipehuni oleh petani?

Kopi untuk bisa menjadi green bean saja membutuhkan perlakukan yang panjang yang disebut dengan pasca panen.

Dari memetik buah selanjutnya pengeringan yang makan waktu hingga 15 hari. Pengupasan kulit dan cangkang harus menggunakan mesin adalah terlalu rumit untuk dilakukan.  

Dibutuhkan pengelolaan yang khusus atau manajemen pasca panen untuk menghasilkan green bean. Tidak cukup sampai green bean untuk bisa dikonsumsi harus dilakukan roasting atau sangrai dan selanjutnya di-grinder untuk menjadi bubuk kopi.

Kalau melihat peluang konsumen kopi sangat banyak dan dibuktikan dengan terus banyaknya warung, kedai, kafe, restaurant yang meyediakan seduhan kopi dan ini kita temui di pulau Kalimantan.  

Nah, pertanyaanya dari mana kopi didapatkan artinya dari luar pulau Kalimantan yang popular seperti dari Aceh Gayo, Sidikalang, Lampung, Malabar Mountain Coffee, Ijen, Temanggung, Toraja dan Papua.

Industri hilir kopi sangat banyak dan budidaya masih sangat sedikit. Yang tersebut di atas juga belum dibudidaya dengan skala besar atau belum seluas kebun karet, belum seluas perkebunan teh, artinya peluang sangat besar untuk di budidayakan.

Pulau Kalimantan tergolong dataran rendah yang menurut referensi kopi minimal tumbuh dengan ketinggian 400 mdpl.  

Di Kalimantan relatif lebih rendah dari 400 mdpl,  tetapi ditemukan kopi jenis liberika ini di dataran rendah bahkan di 25 mdpl dapat berbuah dengan sangat baik. Bahkan juga ditemukan di Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar). Pak Slamet Prayoga yang merupakan founder Malabar Mountain Coffee di Pengalengan juga berbudidaya kopi liberika di ketinggian 1 mdpl, tepatnya menanam kopi di Pantai Indah Kurma Kecamatan Muara Badak.

Pengamatan di kebun kopi liberika di Kecamatan Sepaku mampu tumbuh dan berkembang di lahan yang kurang hara seperti di sela-sela tanaman kelapa sawit.  

Kopi liberika ini juga mampu besaing dengan vegetasi liar lainya. Kopi liberika ini bisa tumbuh di dataran rendah, di Sepaku dapat hidup dengan sangat baik di ketinggian 62 mdpl.

Kopi liberika mempunyai cabang yang lebih besar dan lebih keras. Serta ukuranya lebih besar, batang utama besar kuat, cabang primer dapat bertahan lama,

Setiap ruas  cabang tersebut mampu menumbuhkan bunga dan buah lebih dari satu kali berbunga.

Kopi ini mempunyi ciri khas, yaitu daun tebal, berwarna hijau tua, daun mengkilap, pucuk daun berwarna cokelat dan bertajuk lebar,

Tinggi pohon bisa lebih 10 meter jika tidak dilakukan pemangkasan

Buah kopinya juga berukuran lebih besar dengan memiliki kulit buah yang  lebih tebal jika dibandingkan dengan jenis kopi arabika maupun robusta. Kulit buah lebih keras.

Buah kopi jika sudah masak akan berwarna hijau kuning, oranye kuning, merah marun sedangkan ukuran tidak seragam. (bersambungan/far)

Tags

Terkini