ikn

IKN Diusulkan Jadi Ibukota Provinsi, Begini Efek Ekonominya Menurut Pendapat Dosen Unmul

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:30 WIB
Warga berjalan dan berfoto di Taman Kusuma Bangsa, Ibu Kota Nusantara (IKN). (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA/NZ)

 

SAMARINDA — Partai NasDem mengusulkan agar Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU) ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kaltim. Usulan ini mencuat di tengah ketidakpastian status resmi IKN sebagai ibu kota negara, mengingat Keputusan Presiden terkait pemindahan ibu kota hingga kini belum diteken oleh Presiden Prabowo Subianto.

Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Aji Sofyan Effendi, menilai wacana ini bukan sekadar perubahan administratif, melainkan menyangkut dimensi ekonomi, sosial, politik, hingga identitas historis masyarakat Kalimantan Timur.

Baca Juga: IKN Batal Jadi Ibu Kota Negara? Usulan Tambahan Dana IKN Rp21 Triliun Disorot DPR

“Ini bukan cuma soal memindahkan kantor gubernur. Ini soal memindahkan pusat ekosistem kehidupan yang telah terbangun puluhan tahun di Samarinda,” kata Aji, Senin (21/7/2025). Menurut Aji, dalam setiap perubahan besar, selalu ada dua narasi yang saling bersaing: narasi masa lalu yang telah terbukti dan narasi masa depan yang menjanjikan. Samarinda, yang selama beberapa dekade menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi Kaltim, mewakili narasi yang telah mapan.

Baca Juga: IKN Disarankan Turun Pangkat Jadi Ibu Kota Provinsi

“Sedangkan IKN adalah simbol masa depan Indonesia. Pertanyaannya, apakah narasi ini juga cocok sebagai masa depan Kalimantan Timur?” ujarnya.

Dari sisi hukum dan tata kelola, IKN memiliki status khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 3/2022 dan Nomor 21/2023. Pemerintahannya diselenggarakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), lembaga setingkat kementerian yang tidak berada dalam struktur pemerintahan daerah.

Jika IKN ditetapkan sebagai ibu kota provinsi, ucap dia, akan muncul dua entitas pemerintahan di satu wilayah; OIKN dan Pemerintah Provinsi Kaltim. “Ini bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan menciptakan ketidakpastian hukum,” kata Aji.

 

Ada dua skenario yang bisa diambil, menurut Aji, pertama menjadikan IKN sebagai bagian administratif Provinsi Kaltim. Namun, ini memerlukan revisi undang-undang karena akan mengubah status IKN dari wilayah otonom di bawah OIKN menjadi bagian dari pemprov.

Kedua, menjadikan IKN sebagai provinsi baru seperti halnya DKI Jakarta. Namun, opsi ini akan memecah wilayah Kaltim dan berpotensi mengubah konstelasi politik dan ekonomi daerah secara signifikan.

Perpindahan ibu kota juga akan berdampak pada pola relasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah. Saat ini, Aji menyebut, Samarinda dan Kutai Kartanegara merupakan penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim. Sementara itu, PPU masih bergantung pada sektor primer.

Menurut Aji, kehadiran IKN berpotensi mengubah distribusi Dana Bagi Hasil (DBH). Sektor ekonomi baru yang tumbuh di IKN akan menghasilkan pajak dan retribusi, yang dapat meningkatkan kapasitas fiskal Kaltim.

Halaman:

Terkini