ikn

IKN Picu 'Alarm Sosial' di PPU, dari Prostitusi, Kriminalitas dan Kurang Berpihak kepada Warga Lokal

Minggu, 28 September 2025 | 12:15 WIB
Pembangunan di IKN.

PENAJAM PASER UTARA – Di tengah gencarnya pembangunan fisik Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU), masyarakat lokal justru merasakan dampak sosial negatif yang meningkat. Humas Lembaga Adat Paser (LAP) PPU, Eko Supriyadi, menyebut PPU menanggung beban sosial yang muncul, sementara perhatian dari pemerintah pusat atau Otorita IKN dinilai masih kurang.

Eko menyebut, sejak IKN diputuskan pindah, berbagai persoalan sosial bermunculan. "Muncul alarm sosial mulai maraknya prostitusi terselubung hingga meningkatnya laporan warga soal kehilangan harta benda. Motor misalnya. Ini kemudian daerah yang menanggung,” sebut Eko, Sabtu (27/9).

Baca Juga: Belanda Kembalikan 30 Ribu Artefak ke Indonesia

Masalah tersebut meluas tidak hanya di ring satu IKN, tetapi juga ke daerah sekitar Kecamatan Sepaku sebagai Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).

Eko Supriyadi mengungkapkan bahwa beban sosial dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan proyek IKN bahkan telah dikeluhkan oleh Bupati PPU Mudyat Noor. Hal ini menjadi indikasi kuat bahwa perhatian dari pusat atau Otorita IKN terhadap dampak yang ditanggung daerah masih minim.

Selain masalah sosial, meningkatnya aktivitas proyek juga dituding membuat sejumlah akses jalan darat mengalami kerusakan parah.

"Kondisi (masalah sosial dan kerusakan infrastruktur) ini... artinya memang seperti tidak ada perhatian dari pusat atau Otorita IKN soal beban yang ditanggung dampak IKN di daerah," jelas Eko.

Kesetaraan dan Hak Adat Belum Terwujud

Bagi LAP, meskipun ada dampak positif dari pembangunan IKN, efek negatifnya dinilai lebih besar. Kekhawatiran terbesar adalah janji kesetaraan belum juga terwujud, tercermin dari kesulitan warga dalam mengakses pelayanan dasar.

"Masyarakat Sepaku itu masih susah air. Kami listrik juga masih terbatas," ungkapnya. Di sektor ketenagakerjaan, penyerapan SDM lokal juga sangat minim, membuat mayoritas pekerja didatangkan dari luar. Eko mempertanyakan di mana letak kesetaraan yang dijanjikan.

Secara kultural, Lembaga Adat Paser merasa termarjinalkan. Mereka hanya dilibatkan ketika ada kegiatan seremonial, sementara pengajuan panggung budaya lokal di IKN dipersulit karena Otorita IKN cenderung memprioritaskan kegiatan bertema "nasional" dan mendatangkan artis dari luar.

Merespons kondisi tersebut, LAP PPU telah mengeluarkan Maklumat 16 poin dan Rekomendasi 10 poin pada Maret lalu. Dokumen ini ditujukan kepada pemerintah pusat, Otorita IKN, dan pemerintah daerah, yang menekankan pada pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat Paser serta peran mereka dalam pembangunan.

Eko Supriyadi menekankan bahwa IKN harus melibatkan kontribusi dari daerah. Ia juga menuntut agar hak-hak masyarakat, terutama pembayaran tanah di KIPP, yang diklaim masih banyak yang belum dipenuhi, segera diselesaikan. (*)

Terkini