• Senin, 22 Desember 2025

Warga Tertekan Pembebasan Lahan

Photo Author
- Selasa, 7 Februari 2023 | 01:48 WIB

Deputi Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati Tena Bololadi menerangkan, ada rumus yang digunakan tim appraisal dalam menetapkan besaran ganti rugi lahan warga. Seperti mempertimbangkan nilai jual objek pajak (NJOP) dan harga pasar. Karena selama ini, dalam hal transaksi jual beli lahan, masyarakat tidak ingin menggunakan NJOP. Namun, menggunakan harga pasar. “Komponen harga pasar ini, akan dilihat pembanding dengan lokasi terdekat. Itu menjadi catatan dan aspek lain. Untuk menentukan biaya ganti rugi,” katanya kepada Kaltim Post.

Mantan direktur kawasan, perkotaan dan batas negara (Waskoban) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini menegaskan, walau harga ganti rugi lahan ditetapkan tim appraisal, Otorita IKN tetap memberikan dukungan. Agar ganti untung tersebut bisa memberikan rasa adil kepada masyarakat. “Konsep ganti untung ini, tidak selama dengan duit. Kalau misalnya ada lokasi lain yang menjanjikan, mereka bisa bernegosiasi dengan tim appraisal. Misalnya kami merelokasi dari KIPP sedikit bergeser wilayah sekitar IKN. Kami buat perhitungan berdasarkan harga tanah di sana. Jadi, masyarakat bisa dapat duit dan dapat tanah. Ini semua, adalah metode yang akan dikaji oleh tim appraisal,” jabarnya.

Mengenai adanya pengakuan warga yang sengaja diarahkan agar menyetujui ganti rugi dalam bentuk uang, Thomas meminta agar masyarakat melaporkan tersebut kepada aparat penegak hukum. Dia mengklaim, pemerintah sudah transparan dalam pembebasan lahan pembangunan IKN. “Siapa yang mengarahkan, kami minta laporkan. Kalau ada pernyataan resmi, kasih kami bukti-buktinya. Silakan sampaikan dan laporkan kepada aparat penegak hukum. Karena kami hadir tidak menyengsarakan masyarakat,” tegas dia.

Thomas melanjutkan, masih terbuka kemungkinan bagi warga untuk mengubah bentuk ganti rugi yang diterimanya. Selama belum ada pembayaran yang diterima terhadap lahan yang terdampak pembangunan IKN. “Kenapa tidak? Kita bisa diskusikan. Kalau mereka mau relokasi, tinggal ngomong. Masih dimungkinkan warga untuk mengubah bentuk ganti ruginya. Tetapi, bagi yang belum dapat bayaran. Karena bagi kami, konsinyasi adalah pilihan terakhir,” ungkapnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)/Kantor Pertanahan (Kantah) Penajam Paser Utara (PPU) Ade Chandra Wijaya menjelaskan, dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, mengacu kepada dua regulasi. Yaitu Undang-Undang UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam aturan tersebut, besaran ganti rugi lahan dinilai tim penilai tanah dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Sesuai ketentuan dan standar teknis penilaian tanah.

“Bisa jadi, ada perbedaan pandangan mengenai besar nilai ganti kerugian antara penilai tanah dan masyarakat yang terdampak,” jelasnya. Chandra melanjutkan, mengenai ada perbedaan pandangan tersebut, telah dijelaskan kepada masing-masing pemilik bidang tanah secara langsung pada saat penyampaian nilai ganti rugi lahan. Saat itu, pemilik bidang tanah dapat berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan tim yang menilai tanah. “Apabila yang bersangkutan berkeberatan terhadap nilai maupun bentuknya, sesuai dengan peraturan yang berlaku berkaitan dengan pengadaan tanah, maka akan dititipkan di pengadilan. Hal ini merupakan prosedur terkait dengan pengadaan tanah, bukan ancaman,” sebutnya.

Mengenai adanya tudingan intimidasi terhadap masyarakat saat penyampaian nilai ganti rugi itu, Chandra membantah hal tersebut. Saat di Kantor Kecamatan Sepaku telah disampaikan nilai ganti rugi yang akan diterima warga. Kehadiran perwakilan dari aparat penegak hukum, yaitu perwakilan kejaksaan maupun TNI-Polri, ditambah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ucap dia, untuk memastikan bahwa penyampaian nilai pembayaran dilakukan secara transparan. Serta tidak ada pungutan yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan pembebasan lahan.

“Untuk masalah model penitipan di pengadilan, sudah dijelaskan mekanismenya kepada masyarakat pada saat musyawarah,” ungkapnya. Selain itu, mengenai bentuk ganti kerugian dalam bentuk uang, hal itu sebelumnya telah yang ditawarkan. Menurutnya, tidak menutup peluang dalam bentuk lain. Lagipula sudah disampaikan pada awal pertemuan dengan warga. Dalam PP 19/2021, telah dijelaskan ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk, uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Namun pemilik tanah, dikatakan Chandra, seluruhnya memilih ganti rugi dalam bentuk uang.

“Kalau seandainya ada yang menginginkan bentuk lain, ya seharusnya secara fair menyampaikannya di awal. Bukan pada saat setuju dan terima, baru komplain. Sesuai yang mereka tanda tangani dalam berita acara persetujuannya,” tegasnya. Dengan demikian, pemilik lahan tidak dapat mengajukan perubahan bentuk ganti rugi yang telah disepakati sebelumnya. Karena para pemilik lahan, telah menyepakati bentuk ganti rugi yang mereka terima adalah bentuk uang. “Mekanisme perubahannya, belum diatur seperti itu,” tandas Chandra. (riz/k15/kpg/udi)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X