MELINTASLAH di Jalan Mulawarman. Di depan bengkel, ada rumah makan alias warung yang tampilannya sederhana. Hanya buka di malam hari.
Spanduk nama warungnya, mungkin usianya sudah tahunan. Tidak terpasang sempurna dan sedikit buram. Usia rumah makan itu sudah tahunan. Sayangnya, saya belum sekalipun mampir dan menikmati menu yang ditawarkan.
Nama warungnya Isoku Iki. Pernah berpikir, barangkali saja penjualnya pernah merantau ke Jepang sebagai tenaga kerja atau pernah bekerja di warung Jepang. Dalam bayangan saya, penjualnya mau mengenang. Apalagi, gaya penulisan hurufnya, seperti tulisan Jepang.
Makanya, penamaan itu bukan sekadar menempelkan. Ada maksud tertentu bagi pemiliknya. Setelah saya tanyakan, ternyata makna dua kata itu, artinya Bisaku hanya ini. Atau ada arti lain, dari terjemahan bahasa jawa.
Saya juga pernah menemukan satu merek dagang. Bukan produk makanan. Salah satu produk bahan bangunan, yang banyak didatangkan dari luar negeri. Nama barangnya Niki Sami. Bisa jadi, maksudnya itu barang ini sama dengan yang impor.
Pernah bergurau dengan teman yang minta pertimbangan nama rumah makan yang Ia mau hadirkan. Namanya apa bagus pak Daeng? Lama juga berpikir, pertimbangan saya, setidaknya memakai dua kata. Lalu saya tawarkan nama Roso Yakiniku. Teman saya hanya bisa senyum-senyum.
Sah-sah saja menggunakan nama yang inspirasinya dari luar. Biar tampil beda. Asal tidak menggunakan huruf seperti abjad Rusia, pasti akan banyak yang kewalahan membacanya.
Dibanyak daerah, nama toko atau rumah makan, biasanya lebih banyak menggunakan kearifan lokal. Kalau kebetulan ke Makassar, bisa menemukan nama-nama toko atau rumah makan yang menggunakan bahasa daerah. Di Manado juga seperti itu.
Di Samarinda, banyak yang menggunakan dengan bahasa Banjar. Ada yang menambah dengan embel-embel mengancam. Tahu, apa tulisan yang saya sebut mengancam. Yakin kada takut kepuhunan, itu tulisan besar yang diletakkan di depan rumah makan menggunakan standing banner. Ngeri jua, mau kada mau mampir aeee. Daripada kepuhunan.
Ada juga beberapa nama toko atau rumah makan di Berau, yang menggunakan kata berbahasa daerah yang akrab dan cukup banyak dikenal. Misalnya saja, rumah makan Dangkita. Salah satu rumah makan yang sudah ada sejak lama. Lokasinya dulu di Jalan Pemuda yang sekarang berdiri rumah Pak Aliang.
Dalam sepekan ini, ramai dengan serba serbi kunjungan Kaisar Jepang Naruhito bersama permaisuri Owada Masako ke Indonesia. Tim media yang diajak dalam rombongan dari Jepang, blusukan ke pasar. Tertariklah merek dagang ketika melihat ada kemasan yang menggantung di salah satu toko.
Kemasannya tidak besar berwarna kuning dengan tulisan masako berwarna hitam. Tak lengkap rasanya, bila membuat nasi goreng, tanpa ada sedikit masako berbagai rasa ikut di dalamnya.
Yang membuat menarik, ditemukannya nama bumbu dapur Masako. Mereka berpikir nama Masako itu diambil dari satu kata Jepang. Juga dihubung-hubungkan dengan nama belakang permaisuri Kaisar yang namanya mirip. Mungkin rombongan media itu heran, kenapa nama permaisuri mereka menjadi salah satu merek dagang. Kira-kira bagaimana pedagang menjelaskannya.
Begitupun setelah mengunjungi Candi Borobudur di Jawa Tengah dan berbagai rangkaian kunjungan kenegaraan, kaisar kemudian bertemu dengan salah seorang mahasiswa. Mahasiswa usil saja, menanyakan soal Naruto. Film anime yang terkenal itu.