SOP tulang sudah siap. Begitu kira-kira bahasa lisan yang ingin disampaikan. Makna lain, kalau terlambat bisa tidak kebagian.
Ada foto mangkok besar tertutup yang dibagikan Pak Agus Tantomo. Tiga jam usai Salat Idhuladha, kemarin. Momen itu memang saya nantikan. Makanya, sepulang dari masjid saya tidak berganti busana.
Sehari sebelumnya, sudah disampaikan kalau Pak Agus akan menggelar open house.
Sudah terbayang apa yang akan tersaji di meja makan. Pasti ada Nasi Biryani, yang toppingnya potongan daging kambing.
Ada buras bersama serundengnya, tak ketinggalan daging masakan khas Bugis. Ada lempeng. Menu yang sering disajikan keluarga mantan wakil bupati itu di setiap hari raya. Makanya jangan sampai ketinggalan.
Dan, satu menu yang menurut pengakuan Pak Agus, itu hasil racikan bumbu sekaligus mengawasi proses memasaknya. Sop tulang serupa Kaledo (Kaki Lembu Donggala) yang terkenal di Sulawesi Tengah. Ini yang jadi incaran para jurnalis yang rata-rata masih berusia muda.
Kalau melihat tatanan di meja makan. Sepertinya saya lah tamu pertama yang datang. Posisi semua yang di atas meja masih rapi. Belum ada daun pisang kulit buras yang terselip di antara piring. Tamu pertama ceriteranya. Maklum, takut kada kebagian.
Saya memulai dari lempeng dan daging yang dimasak dengan bumbu sedikit pedas. Ini memang pasangan abadinya, kata saya dalam hati. Pakai tangan lebih nikmat. Pelan tapi pasti, saya tuntaskan dua lembar lempeng. Cukup? Belum, saya sambung dengan buras dan serundengnya. Hehe, rasa ada di kampung.
Tamu mulai datang. Ada Pak Ustaz yang tampil sebagai khatib Iduladha di masjid depan RSUD Abdul Rivai. Masih mengenakan busana lebaran. Datang bersama istri dan anaknya. Usai salaman, Ia memilih harus mulai darimana.
Rupanya Pak Ustaz pencinta sop tulang jua. Saya yang menyaksikan saja rasanya nikmat. Apalagi beliau yang berjuang bisa mendapatkan sumsum yang tersembunyi dibalik tulang. Ini nang nyaman wal, kata Pak Ustaz.
Pak Ustaz benar. Ia memulai dari sop tulang, baru menyusul yang lainnya. Saya sebaliknya, mulai dari lempeng dan buras. Giliran Sop Tulang, saya sudah kenyang. Terpaksa hanya menyaksikan Pak Ustaz menyeruput otot lembek yang menempel di tulang Kaledo itu.
Kami berceritalah sekitar pelaksanaan Iduladha, begitupun prosesi pemotongan hewan kurban. Pak Agus menjelaskan proses pembuatan nasi Biryani. Ia berkelakar, kalau kambing yang jadi pelengkap utama nasi Biryani itu adalah kambing Muhammadiyah.
Kenapa? Kambing itu dipotongnya usai Salat Idhuladha oleh warga Muhammadiyah. Makanya, Pak Agus menyebut Kambing Muhammadiyah. Sebaliknya, kalau menunggu kambing NU yang lebaran kemarin (29/6) tidak sempat. Proses membuat nasi Biryani ini, memasak kambingnya lama. Kalau menunggu Kambing NU, tidak sempat, kata dia. Dan, Pak Ustaz pun tertawa sambil memegang tulang Kaledo.
Dari kediaman Pak Agus, saya ke rumah sahabat dan bos saya hingga kini, Pak Makmur, HAPK. Keluarga besarnya sedang berkumpul. Banyak yang datang. Begitupun keluarga besan beliau yang datang khusus dari Bulungan, Kaltara.