• Senin, 22 Desember 2025

Tidak ke Pojok?

Photo Author
- Jumat, 7 Juli 2023 | 00:47 WIB
-
-

JARANG sekali suara bel bunyi pagi-pagi. Saya pun bertanya-tanya juga. Tamu darimanakah, sepagi ini sudah datang ke rumah. Pencet-pencet bel tak berhenti.

Pakai baju dulu. Sisir rambut dulu. Barulah membuka pintu. Oh ternyata tamu yang datang jauh-jauh dari Teluk Bayur. Namanya Anto Teluk. Banyak yang sudah mengenal. Setiap hari naik sepeda. Setiap hari menempuh jarak hampir 20 kilometer berangkat pagi dan kembali sore.

Ada apa ke rumah saya pagi-pagi? Tak ada kabar penting. Dia hanya mengingatkan, jam berapa ke Warung Pojok. Hanya itu yang dia ucapkan, lalu meninggalkan rumah saya. Dengan sepeda mininya, entah tujuannya kemana lagi.

Begitulah Anto, bila sudah mengenal seseorang, Ia selalu akrab. Bahkan, mobil ber KT 234 dari jauh sudah Ia hafal. Sudah melambaikan tangan. Kaina ketemu di pojok kita lah, kata saya. Ia pun berlalu.

Anto bila ke warung pojok, tak perlu mengeluarkan uang untuk minum atau makan mi kuah. Semua pengunjung siap menjadi bandar. Membayarkan apa yang dipesannya. Bahkan, ketika meninggalkan warung, masing-masing menyanggupi. Itulah suasana Kamis (6/7) di warung pokok.

Dari warung yang di Jalan Niaga itu, ke SMA 1 yang di Jalan Mangga 1. Mau menemui Bu Kiki wali kelas anak saya. Harus menemuinya, untuk mengambil rapor. Setelah bertemu Bu Kiki, bertemu lagi dengan Pak Jamil, untuk akan mengambil ijazah.

Saya lalu teringat ketika lulus di SMA dua Makassar tahun 1976 silam. Menemui wali kelas untuk mendapatkan ijazah setelah menuntaskan pendidikan. Begitupun saat saya selesai di SMP satu. Sama-sama prosesnya dalam pengambilan ijazah.

Terpaksa turun tangan pak, begitu salah seorang guru menyapa saya. Mereka berempat santai di ruang terbuka. Pastilah banyak hal yang mereka bicarakan. Terkait pendidikan dimana mereka mengabdi. Ngambil ijazah anak, jawab saya.

Dalam dua bulan terakhir, beberapa kali saya ke SMA 1. Saya suka suasananya. Mulai saya melapor di pos penjagaan, hingga bertemu guru maupun petugas operatornya. Pelayannya sangat menyenangkan. Hanya satu yang butuh ruangan yang lebih besar. yakni perpustakaannya.

Seperti kemarin itu. Setelah bertemu Ibu Kiki di gedung III, Ia mengajak saya ke ruang guru. Dari laci mejanya, saya diminta untuk menandatangani tanda terima. Setelah meneken, Ia pun menyerahkan rapor anak saya. Kalau mau ambil ijazah, di ruang lain. Nanti saya antar, kata Bu Kiki yang nampak ceria.

Di ruang itu, saya harus bertemu Pak Jamil. Karena ada yang dilayani, saya harus menunggu sejenak. Rupanya yang bertamu itu, sahabat saya. Ia pernah menjabat eselon III di Dinas Pariwisata. Ini anak saya mau pindah sekolah, kata Pak Endin.

Setelah melayani Pak Endin, kemudian giliran saya. Sama seperti saat di ruang Bu Kiki. Saya diminta meneken tanda terima. Setelahnya, saya diberikan ijazah yang disimpan dalam hard cover berwarna gelap berlambang Provinsi Kaltim. Tidak lebih dari sepuluh menit.

Saya harus  kembali, karena dokumen itu harus segera dikirimkan. Masih ada satu yang belum dilaksanakan. Belum ada cap tiga jari di tanda kelulusan itu. Nanti setelah ada cap tiga jari, baru bisa dilegalisir pak, kata Pak Jamil.

Setelah keluar dari ruangan, sebetulnya ingin bertemu dengan Bu Ita. Kami sudah lama saling kenal, dan sudah lama pula tak pernah ketemu. Rumahnya tak jauh dari tempat tinggal saya di Jalan SM Aminuddin. Dia sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan.  

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X