• Senin, 22 Desember 2025

Dokumen Penting

Photo Author
- Kamis, 24 Agustus 2023 | 00:13 WIB
-
-

FORT Rotterdam, benteng yang dibangun di abad 17 di Makassar. Benteng tempat ditawannya Pangeran Diponegoro hingga wafat di tahun 1855.

Dalam perjalanannya kini, benteng yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Pantai Losari itu, kini difungsikan sebagai museum yang bernama La Galigo. Tersimpan beragam benda sejarah, manuskrip, patung keramik serta pakaian tradisional.

Saya pernah diskusi informal dengan banyak teman, terkait dengan perjalanan sejarah di Berau. Khususnya penelusuran sejarah di Kesultanan Sambaliung. Sebab, saya melihat ada benang merah perjalanan sejarah di Kesultanan Sambaliung dengan kesultanan dan kerajaan di Sulawesi Selatan.

Mungkin saja, manuskrip perjalanan sejarah di Kesultanan Sambaliung, ada yang tersimpan di museum La Galigo di Kompleks Fort Roterdam. Bisa kita menelusuri, mungkin saja ada catatan penting yang belum kita miliki. Dan, bisa kita dapatkan reproduksinya.

Kita juga punya museum, yang perjalannya menyimpan banyak catatan sejarah. Awalnya adalah sebuah keraton. Oleh Pemkab, dijadikan museum. Disimpanlah banyak benda sejarah di Museum Batiwakkal.

Saya tidak menghitung jumlahnya berapa banyak di setiap ruangan dalam kompleks bangunan yang berdinding kayu itu. Ada yang tersimpan dalam kaca, ada yang diletakkan terbuka. Tak jauh beda dengan bangunan keraton yang ada di Sambaliung.

Saya juga pernah bertamu di kediaman Pak Bachrul Hadi, yang sekarang mendapat mandat selaku sultan dalam kerabat Kesultanan Gunung Tabur. Di ruang tamu, banyak tersimpan benda-benda bersejarah. Begitupun Bedil Kuning, yang tersimpan di rumah depan museum, yang pernah ditempati dua puteri sultan.

Lalu Pak Bachrul bercerita tentang sejarah dari masing-masing benda yang beliau simpan di rumahnya. Rumah yang berdekatan dengan Museum Baiwakkal. Ada piano yang usianya lebih dari satu abad. Sayang sudah tak bisa dimainkan lagi.

Saya ingat waktu itu, Pak Bachrul mau memberikan satu kacamata yang sudah retak kacanya (mirip kacamata Jhon Lenon). Bingkainya berwarna kuning keemasan. Saya yakin itu bingkai emas. Kalau berminat, simpanlah kacamata itu, kata Pak Bachrul.

Sebetulnya tertarik. Tapi, saya bukanlah dari kerabat kesultanan yang boleh mendapatkan hadiah itu. Jadi saya tidak membawanya pulang. Hanya sekali saya coba, lalu bercermin. Dan, Pak Bachrul pun tertawa. Mungkin kacamata itu terakhir dipakai Almarhum Raden Ayoeb.

Lalu, saya pun diperlihatkan setumpuk dokumen berbahasa Belanda. Ada juga peta yang saya tafsirkan sebagai peta wilayah administratif kesultanan waktu itu. Dan, banyak lagi dokumen penting lainnya.

Tidak menyarankan, tapi dalam hati saya berkata, mengapa benda-benda bersejarah ini tidak dititipkan saja di Museum Batiwakkal. Tentu akan menambah koleksi yang ada sekarang.

Dokumen memerlukan perlakukan khusus. Apalagi dokumen itu usianya lebih dari 70 tahun. Sangat rentan terhadap udara dan aroma manusia. Dan, Pak Bachrul saya yakin punya keterbatasan dalam merawat dokumen itu. Yang bisa ia lakukan hanya sekadar menyimpan saja.

Pak Agus Tantomo, ketika berbincang di warung Hokky, kemarin, mengusulkan agar dokumen yang dimiliki Kesultanan Gunung Tabur dan yang tersimpan di kediaman beliau. Begitupun dokumen yang ada di Kesultanan Sambaliung, perlu diberi perhatian khusus. Perlu direproduksi semua dokumen itu, kata Pak Agus.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X