• Senin, 22 Desember 2025

Kemenhub Rencana Bangun Ekosistem Bandara Pengairan di Berau

Photo Author
- Jumat, 12 Januari 2024 | 22:07 WIB
SILATURAHMI: Kepala BLU UPBU Kalimarau Ferdinan Nurdin, saat berbincang  dengan awak redaksi Berau Post di ruang kerjanya, Kamis (11/1).
SILATURAHMI: Kepala BLU UPBU Kalimarau Ferdinan Nurdin, saat berbincang dengan awak redaksi Berau Post di ruang kerjanya, Kamis (11/1).

TANJUNG REDEB – Kementerian Perhubungan melalui Badan Layanan Umum (BLU) Unit Pelayanan Bandar Udara (UPBU) Kelas I Kalimarau, sudah mencanangkan pembangunan ekosistem Bandara Pengairan (Waterbase) di Kabupaten Berau, sejak tahun lalu. 

Walau belum bisa direalisasikan pada 2023, Kepala BLU UPBU Kalimarau Ferdinan Nurdin, tetap optimistis pembangunan waterbase segera terealisasi.

Dijelaskannya, biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan waterbase jauh lebih terjangkau dibanding membangun bandara di darat. Biaya yang dibutuhkan, ujar dia, berkisar Rp 10-12 miliar.

“Pembangunan waterbase ini jauh lebih efektif,” tuturnya saat berbincang santai bersama awak redaksi Berau Post di kantornya, (11/1).

Pembangunan waterbase tersebut, guna mendukung konektivitas antardaerah dan meningkatkan pelayanan sektor pariwisata di Kabupaten Berau. Hal itu juga sejalan dengan keinginan Kemenhub, yang berharap memiliki waterbase pertama milik pemerintah. Sebab yang sudah ada di beberapa daerah, adalah waterbase milik perusahaan.

“Sebenarnya kandidat untuk pembangunan waterbase ada dua. Yakni di Raja Ampat dan Berau. Tapi, pemerintah menjatuhkan pilihannya ke Berau,” ungkapnya.

Dari hasil peninjauan, perairan Kepulauan Derawan juga dianggap layak untuk pembangunan waterbase. Sebab keberadaan bandara pengairan tersebut sangat bergantung pada gelombang laut yang cukup tenang. Sementara masalah pembiayaan, lanjut Ferdinan, skemanya ada dua pilihan. “Bisa dibiayai langsung dari Kemenhub atau pemerintah daerah. Kalau seaplane atau pesawat terbang laut, bisa memakai pesawat milik Kemenhub,” ucapnya.

Terlebih pemerintah juga telah bekerja sama dengan Akademi Penerbangan Indonesia (API) Banyuwangi. Yang merupakan satusatunya operator Seaplane di Asia yang mencetak pilot-pilot andal pesawat yang bisa mendarat di perairan.

Adapun langkah pertama yang perlu dilakukan yakni trial atau percobaan pendaraan seaplane di Kabupaten Berau. Tapi itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Diperkirakan sekitar Rp 400 juta, sudah termasuk biaya avtur, pilot, dan kru seaplane.

“Kalau mau dicoba bisa saja, tapi pertanyaannya apakab Pemkab Berau mau membiayain trialnya?” tanyanya.

Diyakini, hadirnya seaplane tidak akan mematikan moda transportasi air yang lain. “Karena segmen pasarnya berbeda,” katanya. Karena menurutnya, keberadaan seaplane untuk menjangkau para wisatawan domestik maupun mancanegara yang mengutamakan kecepatan. Di mana diharapkan dapat memangkas waktu perjalanan. Pihaknya sendiri telah melakukan kajian lebih lanjut terkait hal itu.

“Kasihan juga wisatawan asing yang datang ke Berau kalau waktunya banyak habis di perjalanan saja. Alangkah lebih efisien jika ada seaplane, memangkas waktu lebih cepat lagi,” jelasnya.

Selain itu, konsep yang tidak kalah penting yakni flying doctor atau tim medis kedokteran yang mengunjungi warga menggunakan transportasi udara. Masyarakat yang butuh evakuasi atau pertolongan bisa dioptimalkan dengan seaplane. “Karena kalau pakai speedboat, memakan waktu lebih lama. Ini yang mau digiring dalam konsep waterbase tadi. Jadi tidak ada sejengkal area yang tidak terlayani oleh pemerintah, dalam pelayanan mobilisasi atau perpindahan barang,” jelasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Berau Muhammad Said mengungkapkan, Pemkab Berau menyambut positif rencana tersebut. Sebab Berau memang memiliki banyak pulau wisata, yang akan semakin berkembang dengan hadirnya seaplane.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X