Peta kontestasi Pilgub Kaltim yang bakal digelar November nanti bisa saja berubah jika Isran Noor masuk kabinet Prabowo-Gibran.
SAMARINDA-Siapa pemilik 55 kursi DPRD Kaltim periode 2024–2029 masih harap-harap cemas menunggu perhitungan dirampungkan KPU. Namun yang terlihat sepekan setelah pemungutan suara, Golkar menjadi pemenang. Dari perhitungan sementara yang dikutip dari pemilu2024.kpu.go.id (22/2), Golkar mengantongi 127.369 suara.
Baca Juga: Demokrasi dan Oposisi
Partai yang identik dengan warna kuning itu menang telak di dapil 2 (Balikpapan), dan dapil 6 (Bontang, Kutim, Berau). Di urutan kedua, bertengger Gerindra dengan perolehan suara sebanyak 92.294. Parpol bergambar kepala burung garuda itu mencengkeram dapil 1 (Samarinda), dan dapil 5 (Kubar-Mahakam Ulu). Sementara PDI Perjuangan di posisi ketiga, memperoleh suara sementara 85.149. Kabupaten Kutai Kartanegara (dapil 4) menjadi basis partai bergambar banteng hitam bermoncong putih itu.
Baca Juga: Ngeri..!! Kejadian di Kalteng, Keponakan Gorok Leher Paman yang Lagi Tidur
Melihat data sementara, kursi ketua DPRD Kaltim untuk lima tahun ke depan kembali menjadi milik Golkar. Abdulloh, yang saat ini menjabat ketua DPRD Balikpapan mendulang suara 10.967. Mengungguli Hasanuddin Mas'ud yang notabene ketua DPRD Kaltim periode 2019–2024 yang memperoleh 9.006 suara. Meski mendulang suara terbanyak sementara, Abdulloh dianggap belum pasti menjabat ketua DPRD Kaltim. Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul) Budiman Chosiah kepada Kaltim Post, Kamis (22/2).
Dia menerangkan, melihat kelaziman dan aturan yang ada, biasanya yang menjadi ketua dewan adalah partai pemenang pemilu. Kemudian dari partai pemenang pemilu itu dilihat siapa yang paling banyak suaranya. "Terkecuali ada internal dari partai itu sendiri. Kalau melihat yang sebelumnya yang sudah ada saja bisa dilengserkan, maka ada potensi untuk Pak Abdulloh siap-siap kecewa," terang Budiman. Lanjut dia, siapa ketua DPD Golkar saat ini dan siapa ketua DPRD Kaltim saat ini, sudah bisa menjadi gambaran. Namun, Budiman menyarankan, lantaran ketua Golkar Kaltim bakal ada agenda politik untuk pilgub, maka sebaiknya jangan mengedepankan kekeluargaan atau memilih berdasarkan keluarga.
"Sehingga ketika ikut dalam kontestasi pilgub, maka (Rudy Mas'ud) akan dibantu oleh suara terbanyak (Abdulloh)," urainya. Namun, kalau tetap berpegang pada keputusan secara kekeluargaan, bakal berpotensi kehilangan puluhan ribu suara yang diraih Abdulloh. "Pasti yang bersangkutan akan malas berjuang dan potensi hilang puluhan ribu suara, meskipun tidak terlalu signifikan. Karena memang tidak selalu berpengaruh suara di dewan dalam memenangkan konsentrasi pilkada. Tapi setidaknya dari angka bisa dipahami, bahwa Abdulloh yang punya potensi akan lari," jelasnya.
Menurut Budiman, Partai Golkar bakal mendapat 13 kursi di DPRD Kaltim, sehingga untuk maju pada Pilgub Kaltim yang direncanakan bergulir November, dapat mengusung calon secara mandiri. "Kalau kita lihat yang sudah mengumumkan (maju di Pilgub Kaltim 2024) baru dua orang. Itu Pak Isran (mantan gubernur Kaltim periode 2018-2023) ketika mau lengser kemarin dan Pak Rudy Mas'ud sebelum pileg. Sementara untuk tokoh-tokoh politik yang lain masih wait and see, berharap jadi wakilnya Isran Noor," sambungnya.
Budiman menambahkan, akan lebih seru kalau Isran Noor tiba-tiba ditarik menjadi menteri, sehingga tidak maju pada pilgub nanti, maka akan muncul banyak calon. Menurutnya, potensi Isran didaulat jadi menteri sedang terbuka lantaran sukses memenangkan pasangan Prabowo-Gibran di pilpres. "Hampir 70 persen suara Kaltim memilih Prabowo-Gibran. Apalagi belum pernah ada menteri yang berasal dari putra daerah Kaltim," bebernya. Maka politik di daerah bakal ramai dengan calon-calon gubernur yang bermunculan. Termasuk Andi Harun (wali kota Samarinda saat ini) yang berpotensi ikut meramaikan kontestasi pilgub nantinya. Apalagi Andi Harun disebutnya masih satu irisan dengan Isran Noor.
"Karena Pak Isran dulu kan diusung Gerindra. Makanya bisa diyakini kalau Pak Isran tidak maju pasti Andi Harun ada berpikir untuk maju 01 provinsi. Tapi kalau tidak, ya bisa jadi tetap di kota saja. Karena mengapa mengejar sesuatu yang tidak pasti, sementara di kota elektabilitasnya tinggi," paparnya. Disinggung soal potensi Hadi Mulyadi (mantan wagub Kaltim periode 2018-2023), Budiman mengatakan, dalam kontes wakil gubernur, Hadi sebenarnya bisa dianggap permata. Sebab, sosoknya punya modal sosial dan bisa masuk di semua lini masyarakat.
Baca Juga: ICW dan KontraS Temukan Terdapat Selisih Suara Pilpres 2024 Dalam Jumlah Besar di Sirekap KPU
"Pak Hadi itu diterima oleh semua kalangan, agama iya, kalangan anak muda iya, kalangan orang tua iya, di tokoh masyarakat juga iya. Pak Hadi punya modal sosial yang bagus, yang kurang kan sebenarnya amunisi. Tapi potensi menangnya sangat tinggi. Makanya saya bisa bilang siapa pun yang berpasangan dengan Pak Hadi itu punya potensi untuk menang," imbuhnya. Bagaimana dengan kader PDI Perjuangan seperti Safaruddin yang sempat maju pilgub sebelumnya, Budiman melihat, lewat pergerakan suara yang ada, kemudian situasi yang tidak solid, akan berat bagi mantan kapolda Kaltim itu tampil kembali di pilgub.
"Ini kan ada ancaman, karena suara pileg tinggi tapi suara capres rendah. Kan di-warning dengan Megawati (Ketua Umum PDI Perjuangan). Artinya dia (Safaruddin) bisa punya kendaraan dengan menggandeng partai lain," ungkapnya. Yang menjadi persoalan berikutnya bagi Safaruddin, sebut Budiman, apakah tetap punya keberanian untuk maju dengan modal suara yang termasuk kurang di Kaltim saat ini. "Kenapa kemarin dia (PDI Perjuangan) bisa dapat dua kursi sekarang cuma satu. Kalau menurut saya agak-agak berat beliau (Safaruddin). Untuk sekarang yang bisa dibaca akan bertarung adalah Isran Noor dan Rudy Mas'ud. Apalagi Rudy melihat suara Golkar kembali menang di Kaltim. Artinya kan itu modal besar juga meskipun biasanya tidak berkolerasi terhadap kemenangan dari banyaknya suara antara pileg dengan pilkada," jelasnya.