SAAT ini penerjunan pasukan sudah bukan barang aneh lagi. Setiap satuan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Polisi sudah memiliki pasukan penerjun. Bahkan, sipil pun kini banyak yang sudah bergiat dalam olahraga terjun payung. Penerjunan pasukan yang paling terkenal sepanjang sejarah perang adalah penerjunan pasukan di Normandia saat perang dunia yang melibatkan tidak kurang dari 13 ribu pasukan.
Pada saat penerjunan itu, sekian banyak pesawat Dakota menerjunkan pasukan sekutu yang dikerahkan untuk dapat segera memenangkan perang di daratan Eropa. Penerjunan di kala itu adalah sebuah langkah yang sangat efektif dalam menembus garis demarkasi kedudukan musuh melalui udara. Sebuah operasi yang sangat efektif yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Sebelum orang menemukan teknologi pesawat terbang, kekuatan udara memang mulai dilihat sebagai sebuah kekuatan yang sangat dapat diandalkan dalam upaya memenangkan pertempuan, dan bahkan memenangkan perang. Tidak banyak yang mengetahui tentang bagaimana dan kapan operasi penerjunan pasukan untuk pertama kali dilakukan oleh pasukan Indonesia. Pelaksanaan penerjunan pasukan Indonesia untuk pertama kali dilakukan pada 17 Oktober 1947.
Blokade di seluruh pantai Pulau Kalimantan oleh kapal-kapal perang Belanda, mengakibatkan pejuang-pejuang dari daerah lain tidak bisa masuk ke wilayah Indonesia, dalam hal ini terutama sekali di Kalimantan. Dalam menghadapi masalah tersebut, Gubernur Kalimantan Ir Pangeran Moehammad Noor pada 25 Juli 1947 mengirim surat kepada Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia, Komodor Udara Suryadi Suryadarma.
Surat tersebut berisi sebuah permohonan agar Angkatan Udara dapat membantu dengan cara menerjunkan pasukan di tengah-tengah belantara Kalimantan. Angkatan Udara diminta bantuan melaksanakan operasi penerjunan dari udara. Tentu saja permohonan terseut mendapat respons yang positif dari Angkatan Udara.
Untuk keperluan tersebut, dilakukanlah sebuah persiapan yang dilaksanakan di Pangkalan Angkatan Udara Maguwo, Yogyakarta. Sebanyak 72 orang yang terdiri dari 60 orang Kalimantan dan 12 orang lainnya, berasal dari Jawa, Madura, dan Sulawesi, mengadakan latihan terjun payung di bawah pimpinan Mayor Tjilik Riwut. Latihan yang dilakukan dengan persiapan apa adanya namun dengan semangat yang tinggi akhirnya menghasilkan 14 orang terpilih untuk diterjunkan di Kalimantan.
Penerjunan sendiri berhasil dilaksanakan dengan sukses pada 17 Oktober 1947, di atas Kotawaringin, Kalimantan Tengah. Untuk memperingati dan menghormati kegiatan yang sangat heroik itu, setiap tanggal 17 Oktober selalu diperingati sebagai hari jadi Pasukan Khas Angkatan Udara (Paskhas AU).
Inilah sebabnya Angkatan Udara mengabadikan tanggal 17 Oktober sebagai hari untuk pertama kalinya Republik Indonesia melaksanakan operasi udara penerjunan pasukan menggunakan pesawat terbang, dalam hal ini pesawat C-47 Dakota.
"Blokade di seluruh pantai Pulau Kalimantan oleh kapal-kapal perang Belanda, mengakibatkan pejuang-pejuang dari daerah lain tidak bisa masuk ke wilayah Indonesia, dalam hal ini terutama sekali di Kalimantan"
Membentuk dan Menyusun Kekuatan Inti Gerilya
TUJUAN dan tugas operasi penerjunan yang bersifat rahasia itu, adalah membentuk dan menyusun kekuatan inti gerilya di daerah asal suku Dayak, Sepanbiha, untuk membantu perjuangan rakyat setempat; membuka stasiun pemancar induk, serta menyiapkan daerah penerjunan untuk operasi selanjutnya. Dua petugas PHB AURI beserta pemancar radio yang mereka bawa, diharapkan dapat menjadi “pemancar strategis”, sehingga perjuangan rakyat Kalimantan dapat dikoordinasikan dengan perjuangan di Jawa dan Sumatera.
Pesawat yang digunakan adalah Dakota RI-002 dengan pilot yang dipercayakan lagi kepada Bob Earl Freeberg. Adapun yang menjadi co-pilot adalah Opsir Udara III Makmur Suhodo dan Operator Penerjun Opsir Muda Udara III Amir Hamzah. Mayor Tjilik Riwut bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan.
Pesawat berangkat dari Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 02.30 dini hari, dan waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika melayang di atas kawasan rawa-rawa Kalimantan. Tjilik Riwut sempat ragu, tetapi setelah yakin bahwa mereka sudah ada di atas daerah Sepanbiha, maka para pemuda itu pun mulai melakukan penerjunan. Djarni batal meloncat karena takut. Adapun ke–13 anggota pasukan payung yang berhasil mendarat dengan selamat adalah Hari Hadisumantri, Achmad Kosasih, (Mangkahulu), Iskandar, Ali Akbar (Balikpapan), Mica Amiruddin, Emmanuel (Kahayanhulu), C. Williams (Kuala Kapuas), Morawi (Rantau Pulut), Bachri (Barabai), Darius (Kadingan), M. Dachlan (Sampit), J. Bitak (Kepala Baru), dan Suyoto.
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: balpos.com