Rencana Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud memindahkan SPBU yang menjual BBM bersubsidi ke dalam kota dinilai bukan menjadi solusi yang tepat. Untuk mengurai persoalan antrian BBM yang selama ini terjadi di Kaltim.
Selain kuota BBM bersubsidi yang dinilai masih kurang, jam operasional SPBU yang singkat juga ditengarai menjadi penyebab antrian yang masih terjadi tersebut.
Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Purwadi mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada SPBU di Kaltim, yang beroperasi selama 24 jam.
Sehingga masyarakat harus menyesuaikan jam operasional SPBU untuk membeli BBM. Dan hal ini membuat antrian terjadi pada jam-jam tertentu. “Saya kasih tantangan ke pemerintah, kenapa enggak dibikin saja SPBU buka 24 jam. Karena persoalan sekarang, SPBU buka 2 jam, lalu tutup. Artinya dibuat mainan ini, masyarakat Kaltim,” kritiknya saat diwawancarai Kaltim Post, Jumat (14/3).
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini memberikan contoh, SPBU yang ada di sepanjang Jogjakarta hingga ke Klaten, Jawa Tengah atau sebaliknya beroperasi selama 24 jam.
Dan hasilnya, tidak ada antrian seperti yang terjadi di Kaltim. “Saya pernah bawa mobil dua bulan di Jawa. SPBU di sana 24 jam. Dan tidak pernah ada antrian. Sampai petugas SPBU-nya tidur-tiduran di situ. Karena tidak ada antrian,” ungkap dia.
Oleh karena itu, menurutnya untuk menyelesaikan persoalan antrian BBM ini, Gubernur bisa meminta kepada Pertamina agar memberikan izin operasional SPBU selama 24 jam. Sehingga masyarakat Kaltim tidak tergantung pada jam buka SPBU untuk mengisi BBM.
Karena selama ini, jam operasional SPBU mulai pukul 08.00 sampai 22.00 Wita. Sementara antrian banyak terjadi ketika sore hari. Ketika masyarakat pulang kerja.
“Antri dari sore sampai malam. Bisa berjam-jam antri. Habis waktu untuk antri BBM,” sindirnya. Sementara itu, mengenai rencana Gubernur untuk memindahkan SPBU yang menjual BBM bersubsidi ke dalam kota, dan SPBU yang menjual BBM non subsidi ke luar kota, sebaiknya tidak perlu dilakukan.
Karena masalah antrian panjang kendaraan yang mengantri di SPBU, justru kebanyakan untuk membeli BBM bersubsidi. “Salah resep gubernur ini, menurut saya. Kalau Pertamax itu ‘kan enggak pernah antri. ngapain dipindah-dipindah. Enggak usah diutak-atik itu,” pesannya.
Purwadi pun menyarankan Gubernur untuk turun ke lapangan. Kalau perlu menyamar sebagai masyarakat, untuk melihat kondisi sebenarnya.
Dan memastikan distribusi BBM subsidi benar-benar tepat sasaran. “Jangan-jangan ada Fortuner dan Pajero mengantri BBM subsidi. ‘Kan SPBU enggak mau tahu. Yang penting, dia beli pake barcode. Ini ‘kan penyalahgunaan. Masalah ini yang lebih dulu dibereskan. Kalau pindah SPBU salah resep menurut saya,” ujarnya.
Dia juga mengkritik penyelesaian antrian BBM ini yang tak kunjung tuntas sejak era Gubernur Awang Faroek Ishak yang menjabat dua periode.