PROKAL.co, Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah membangun fondasi besar dalam memerangi kemiskinan, bukan dengan tambal sulam, tapi dengan pendekatan sistematis dan menyeluruh. Tiga program unggulan: Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes), kini dijuluki sebagai “jalan tol” menuju percepatan pengentasan kemiskinan.
Tak lagi sekadar menyalurkan bantuan sosial, negara kini mengarahkan upaya pada pemberdayaan ekonomi jangka panjang. Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, menyampaikan bahwa visi besar Presiden bukan hanya untuk mengurangi angka kemiskinan, tapi memutus rantai kemiskinan itu sendiri.
“Kalau hanya ingin menanggulangi kemiskinan, bansos cukup. Tapi Presiden ingin rakyat lebih dari itu—berdaya, mandiri, dan punya masa depan ekonomi yang lebih cerah,” tegas Budiman dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/8).
Budiman menggambarkan strategi pengentasan kemiskinan dengan analogi pertandingan sepak bola, di mana rakyat miskin adalah pemainnya.
“Mereka harus dilatih, diberi nutrisi, akses, dan kesempatan. Pemerintah memastikan ‘aliran bola’ berjalan lancar dari lini belakang hingga tercipta ‘gol’ berupa peningkatan kesejahteraan,” jelas Budiman.
Dalam skema ini, Sekolah Rakyat bertugas memotong rantai kemiskinan sejak dini, sementara MBG dan Kopdes Merah Putih memperluas manfaat ekonomi ke sektor-sektor produktif.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya soal menyediakan makanan sehat untuk siswa. Ia juga menjadi mesin pencipta lapangan kerja. Dapur-dapur MBG yang tersebar di seluruh Indonesia disebut mampu menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari juru masak, petugas distribusi, hingga penyedia bahan baku.
“Dampaknya menjalar. Pabrik tempe yang dulunya mempekerjakan satu orang, setelah bermitra dengan dapur MBG, kini bisa merekrut lima hingga enam orang. Efeknya berlipat,” kata Nanik S. Deyang, Wakil Kepala BP Taskin.
Pedagang ayam, petani sayur, pengolah makanan rumahan—semuanya kini ikut terlibat dalam ekosistem baru yang dibangun oleh negara.
Sekolah Rakyat hadir bukan sekadar sebagai lembaga pendidikan, tetapi sebagai tempat pembebasan sosial. Dengan sistem berasrama, anak-anak dari keluarga prasejahtera dibawa keluar dari lingkungan kemiskinan yang membelenggu, untuk kemudian dididik, diberi nutrisi, serta ditanamkan kepercayaan diri untuk bermimpi besar.
“Anak-anak ini diputus dari lingkaran pesimisme di lingkungan mereka. Sekolah Rakyat bukan hanya memberi pelajaran, tapi juga harapan dan arah masa depan,” ujar Nanik.
Program Koperasi Desa Merah Putih hadir untuk memangkas rantai distribusi panjang yang kerap membuat harga kebutuhan pokok—seperti gas elpiji dan pupuk—melambung jauh dari harga resmi. Kopdes memungkinkan masyarakat mendapatkan harga lebih murah langsung dari sumbernya, tanpa perantara.
Tak hanya itu, Kopdes juga jadi alat untuk memerangi jeratan utang harian alias bank emok. “Dengan akses kredit ringan dari koperasi, masyarakat tak lagi tergoda atau terpaksa meminjam ke rentenir. Ini revolusi kecil tapi punya dampak besar di akar rumput,” tegas Nanik.