kalimantan-timur

Kritis..!! Pesut Mahakam di Ujung Tanduk, Populasi Tinggal Sekitar 60 Ekor

Selasa, 11 November 2025 | 08:30 WIB
Evakuasi Upin, Pesut Mahakam yang ditemukan mati di Dusun Kuyung, Desa Sebemban, Muara Wis (Ist/BPSPL Pontianak Wilker Mahakam Ulu)

SAMARINDA – Nasib Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), mamalia air tawar endemik Kalimantan Timur, kini berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru dari lembaga konservasi, populasi satwa langka ini di habitat aslinya di Sungai Mahakam diperkirakan hanya tersisa sekitar 60 hingga 62 ekor.

Terakhir pesut yang bernama Upin ditemukan mati pada hari Rabu (5/11). Upin adalah seekor Pesut Mahakam berjenis kelamin jantan. Ia ditemukan dalam kondisi mati, tersangkut di keramba masyarakat di Dusun Kuyung, Desa Sebemban, Kecamatan Muara Wis.

Baca Juga: Duka Menggema di Sungai Mahakam; Seekor Pesut Ditemukan Mati di Keramba Warga Muara Wis

Kematian Upin ini dikonfirmasi Ketua Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) Danielle Kreb, Minggu (9/11). Penemuan jasad Upin lima hari lalu direspon cepat oleh Yayasan Konservasi RASI bersama Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Wilker Mahakam Hulu serta masyarakat sekitar kawasan konservasi yakni Pokdarwis 3B Desa Pela untuk mengevakuasinya.

“Dia ditemukan dalam kondisi mati dan tersangkut. Jadi kami langsung evakuasi dan melakukan pengukuran morfometrik dan analisa kondisi individu,” ungkap Danielle.

Jika memang hanya tersisa 60-an pesut, angka yang sangat minim ini menempatkan Pesut Mahakam dalam kategori Critically Endangered (Kritis Terancam Punah) dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Kondisi ini menjadi sinyal krisis ekologis serius di Sungai Mahakam.

Ancaman Utama yang Mencekik Kelangsungan Hidup Pesut

Penurunan drastis populasi Pesut Mahakam sebagian besar disebabkan oleh tekanan aktivitas manusia dan kerusakan habitat yang masif. Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) mengidentifikasi beberapa ancaman terbesar. Yakni  jaring insang nelayan yang jadi penyebab utama kematian Pesut, di mana mereka sering tidak sengaja terjerat dan mati lemas.

Kemudian lalu lintas kapal dan ponton, dimana kebisingan dan gelombang dari kapal besar, terutama tongkang batu bara, mengganggu sistem sonar Pesut untuk mencari makan dan berkomunikasi. Tabrakan dengan baling-baling kapal juga seringkali fatal.

Masalah pencemaran air juga mempengaruhi. Limbah industri, domestik, dan mikroplastik mencemari air sungai. Bahkan, penelitian menemukan jejak mikroplastik dalam tubuh ikan yang menjadi santapan utama Pesut. Selain itu, paparan zat kimia beracun dan logam berat dari limbah tambang dan perkebunan merusak kesehatan organ Pesut.

Kondisi ini diperburuk oleh tingkat reproduksi Pesut yang sangat rendah; seekor induk hanya melahirkan satu anak dengan jarak antar kelahiran bisa mencapai tiga hingga empat tahun.

Pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terus berupaya intensif untuk menyelamatkan Pesut Mahakam dari ambang kepunahan, berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan mitra konservasi seperti Yayasan RASI.

Beberapa langkah kunci KKP dalam perlindungan Pesut dan habitatnya meliputi:

Pengembangan Kawasan Konservasi: KKP mendorong penetapan dan pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Sungai Mahakam. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat pada area-area kritis tempat Pesut hidup dan berkembang biak.

Halaman:

Terkini