Ia pun mencoba memanfaakan potongan botol plastik di bagian kaki boneka. Boneka yang memiliki telapak kaki ini pun bisa berdiri sesuai dengan perkiraannya.
Semenjak itu, setiap keluar rumah sembari ia melirik limbah botol plastik yang dapat didaur ulang. Dikumpulkannya agar dapat dimanfaatkan, sehingga limbah tersebut tak terbuang sia-sia, tetapi memiliki nilai jual. Mulai rutin ditekuninya, rumah produksinya pun tak lain di kediamannya sendiri.
“Setiap jalan, kalau ada botol pasti diambil. Kalau kotor kita cuci, bersihkan supaya bisa dimanfaatkan. Kadang minta sama tetangga juga, jadi memanfaatkan limbah,” bebernya saat ditemui di Jalan Perumnas, RT 4, Nomor 8A, Kampung Empat.
Tak hanya limbah botol plastik. Kardus bekas pun dimanfaatkan untuk bagian piring berdirinya boneka. Siapa yang menyangka itu merupakan kardus bekas, jika sudah dibungkus sedemikian rupa dengan warna-warni yang menarik.
Membuat satu boneka ini tidaklah mudah. Paling tidak membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan. Tingkat kesulitannya pun berbeda-beda. Apalagi saat ini, ia pun membuat boneka yang menggambarkan khas dari Tarakan, yakni boneka dengan model adat Tidung.
Ia pun harus memikirkan polanya dan bagaimana mendeskripsikan pakaiannya melalui rajutan benang wol.
“Saya kan kerja di kelurahan juga, jadi buat boneka juga sambil-sambil. Satu boneka itu biasanya tiga sampai empat hari baru jadi. Kalau dua hari penuh tanpa ada kegiatan, bisa dapat satu. Jadi kalau sebulan itu mungkin lima sampai enam boneka,” katanya.
Boneka mungil dan cantik dengan warna-warninya. Boneka yang memiliki ukuran 30 centimeter ini pun dipatok dengan harga kisaran Rp 200 ribu hingga Rp 210 ribu. Meski baru memulai dua tahun lalu, siapa sangka hasil karyanya ini sudah merambah hingga ke luar negeri.
“Nggak hanya di seputaran Kaltara (Kalimantan Utara) saja. Di luar kota seperti di Batam, Blitar juga. Bahkan sudah keluar negeri, waktu ada kegiatan Kementerian Luar Negeri waktu April tahun lalu, sudah ikut pameran internasional,” kenangnya.
Tentu ini menjadi peluang untuk karyanya. Melalui rajutan benang wolnya dan memanfaatkan limbah, ia mencoba memperkenalkan kebudayaan Kalimantan Utara melalui boneka.
“Jadi sekarang itu ada permintaan buat boneka adat Tidung. Jadi harapan ke depannya pemerintah terus campur tangan, semoga ada kesempatan dibawa keluar negeri. Kami juga dibawah naungan Fokutara UMKM, dinas perdagangan, semoga didukung terus,” harapnya. (***/lim)