• Senin, 22 Desember 2025

Legislatif Soroti Tak Jelasnya Penggantian Pukat Hela

Photo Author
- Kamis, 9 Mei 2019 | 12:11 WIB

TANJUNG SELOR – Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI sempat mewacanakan terkait penggantian alat tangkap pukat hela bagi para nelayan di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Yang mana, dalam butir wacana itu pihak KKP dalam hal ini akan mengganti dengan alat tangkap yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Namun, ini khusus bagi nelayan dengan kapal di bawah 10 gross tonnage (GT). Sedangkan, nelayan dengan kapal di atas 10 GT nantinya akan diberikan fasilitas kredit lunak dari perbankkan. Namun seiring berjalannya waktu, wacana yang sudah digaungkan sejak beberapa tahun lalu hingga memasuki pertengahan tahun ini belum juga ada realisasinya bagi para nelayan di provinsi termuda di Indonesia ini.

Alhasil, hal itu pun kembali mendapat sorotan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara. Namun, sorotan yang terlontar kali ini mengenai tidak jelasnya penggantian pukat hela bagi para nelayan. Kemudian, sekaligus mengenai dampak yang ditimbulkan dari penggunaan pukat hela yang secara terus-menerus digunakan para nelayan di laut.

Pasalnya, lembaga legislatif ini menilai dengan masih banyaknya nelayan yang menggunakan pukat hela, ekosistem di laut Kaltara akan rusak. Ditambah dengan terjadinya degradasi sumber daya perikanan. “Ini merupakan suatu masalah. Untuk itu, memang sudah seharusnya dapat segera ditangani secara serius dengan cara aksi penertiban oleh dinas terkait,” ungkap Marthen Sablon selaku Ketua DPRD Kaltara kepada Radar Kaltara, Rabu (8/5).

Lanjutnya, dapat dibayangkan bilamana aksi dari ribuan nelayan itu masih saja berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Tentunya ini akan dapat berdampak yang luar biasa. Oleh karenanya, wajar jika pihaknya menyerukan tentang ketegasan mengenai sebuah solusi konkret agar dapat membuahkan hal yang jauh lebih baik.

“Di sini kami hanya mencegah aksi-aksi ini sampai membuat kerusakan ekosistem yang lebih luas. Sebab, ini sejatinya bisa saja terjadi dalam beberapa tahun kedepan jika tak ada solusi penanganannya,” ujarnya melalui pesan WhatsApp-nya.

Ditambahkannya juga, jika mengenai permasalahan di lapangan disebabkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara tak dapat berbuat lantaran masih menunggu aturan dari pusat. Marthen dalam hal ini menegaskan DKP untuk segera berkoordinasi kembali dengan KKP.

Namun, menurutnya dalam koordinasi yang wajib dijalin itu lebih kepada permintaan dikeluarkannya aturan yang mengatur tentang kewajiban untuk menjaga kelestarian dan keamanan ekosistem dan degradasi sumber daya perikakan. “Tentunya dari aturan itu pun juga disertai adanya sanksi terhadap pelaku kerusakan yang ada di laut provinsi paling bungsu ini,” tukasnya.

Sebelumnya, DKP Kaltara saat dikonfirmasi pun mengakui bahwa hingga kini pihaknya juga belum menerima informasi tentang kejelasan penggantian pukat hela dari KKP RI. Termasuk di dalamnya tentang informasi perkembangan yang selama ini pihaknya jalin terhadap KKP. “Maaf, (informasi penggantian pukat hela, Red) belum ada,” ungkap Kepala DKP Kaltara, Amir Bakrie.

Disinggung terkait upaya-upaya yang telah ditempuhnya sejauh ini dan kendala teknis di lapangan dari segi penggantian pukat hela, Amir enggan menjelaskan. Bahkan, beberapa pertanyaan lain yang ditujukan padanya belum dapat dijelaskannya.

Hanya saja, sebelumnya, Amir sempat mengatakan bahwa pihaknya sejauh ini mengakui hanya dapat menunggu tentang pergantian alat tangkap tersebut. Sebab, kebijakan tentang pergantian dan lainnya tergantung dari pusat. “Kita hanya menunggu, tentunya sembari berkoordinasi untuk percepatannya,” kata Amier.

Sementara, terkait nelayan yang hingga kini masih menggunakan pukat hela, Amir mengakui hal itu wajar saja, mengingat belum adanya kejelasan dari KKP mengenai pergantian alat tangkapnya. Untuk itu, Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) nomor 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia diakui belum dapat diterapkan di wilayah perairan Kaltara. Sebab, jika diterapkan aturan itu justru menimbulkan polemik baru.

“Memang sampai saat ini nelayan masih gunakan pukat hela. Tapi, untuk kami larang secara langsung tentu kami harus berdasar pada alternatif pergantiannya dahulu,” ucapnya.

Diketahui, untuk di Kaltara berdasarkan data terdapat 14.000 nelayan yang menunggu kejelasan pemerintah pusat. Meski, diakui sebelumnya pemerintah sendiri telah mengesahkan mulai 1 Januari 2018 tentang larangan penggunaan pukat hela dan alat tangkap tak ramah lingkungan lainnya. “Kita tahu, di daerah lain sudah ada penggantian, hanya di Kaltara yang belum. Nah, ini yang jadi pertanyaan,” ujarnya.

Padahal untuk data 14.000 nelayan selama ini sudah diserahkan kepada KKP. “Kalau sudah begini kita hanya bisa menunggu, sebab yang punya kewenangan KKP,” pungkasnya. (omg/fly)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

X