TANJUNG SELOR - Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Utara (Kaltara), sampai April 2019 sebanyak lima orang meninggal dunia akibat demam berdarah dengue (DBD).
Kelima orang itu merupakan warga Kabupaten Nunukan, Malinau dan Tana Tidung (KTT). Kepala Bidang Pencegahan, Penanggulangan Penyakit (P2P) pada Dinkes Kaltara, Agust Suwandy memaparkan, pada Januari angka positif DBD sebanyak 135 orang, tiga di antaranaya meninggal dunia. Kemudian angka positif DBD itu meningkat pada Februari sebanyak 173 orang.
“Di bulan Februari korban meninggal dunia hanya satu orang,” ungkap Agust kepada Radar Kaltara, Jumat (10/5).
Sedangkan pada Maret, angka positif DBD turun sebanyak 145 orang. Sementara pada April kembali meningkat sebanyak 162 orang dan lima di antaranya meninggal dunia. “Jika dikalkulasikan dari bulan Januari hingga April korban meninggal dunia sebanyak 9 orang,” bebernya.
Artinya, kasus DBD kembali meningkat, hal itu membuktikan bahwa saat ini masyarakat sudah terlena, karena sebelumnya kasus DBD ini sudah mulai berkurang. “Kami (Dinkes, Red) kembali mengimbau kepada masyarakat untuk aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan gerakan 3M plus,” ungkapnya.
Sebab, hanya dengan gerakan 3M plus saja jentik nyamuk Aedes aegypti dapat dibunuh, tapi dengan fogging tidak akan bisa membunuh jentik nyamuk. “Fogging itu dilakukan hanya di titik tertentu dan tidak akan bisa membunuh jentik nyamuk, karena fogging hanya akan membunuh nyamuk dewasa saja,” ujarnya.
Bedasarkan pengecekan di lapangan, hampir 90 persen di lingkungan masyarakat terdapat jentik nyamuk Aedes aegypti. Dalam pemantauan itu, Dinkes menemukan beberapa kendala, yakni adanya masyarakat yang tidak mau membuang air yang berisi jentik nyamuk. “Kita susah juga, karena air itu juga menjadi kebutuhan masyarakat, karena sudah tidak ada lagi sumber air lain,” bebernya.
Tentu hal itu menjadi kendala pihaknya di lapangan. Meski begitu pihaknya tetap membagikan abate kepada masyarakat yang tidak mau membuang air yang berisi jentik nyamuk tersebut. “Tahun ini kita juga akan melakukan pengadaan abate,” ujarnya.
Disinggung apakah Kaltara berstatus kejadian luas biasa (KLB), Agust menjelaskan, sejauh ini untuk Dinkes Kaltara belum menetapkan kasus DBD ini sebagai kasus KLB. “Kalau di kabupaten/kota memang ada yang menetapkan KLB, kalau di Kaltara belum ada,” ujarnya.
Adanya peningkatan kasus itu juga mendapatkan perhatian dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), bahkan belum lama ini Mendagri telah bersurat kepada Gubernur se-Indonesia untuk melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit DBD. Ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan berdasarkan surat Mendagri tersebut. Salah satunya melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mengaktifkan gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J).
“G1R1J yang dimaksud yaitu, gerakan di mana dalam satu rumah itu ada satu orang yang selalu memantau jentik nyamuk Aedes aegypti, entah itu anak ataupun orang tua,” jelasnya.
Selain itu, Mendagri juga memerintahkan agar mengaktifkan kelompok kerja operasional (pokjanal) pada tingkat provinsi. Serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mengaktifkan pokjanal.
“Mendagri juga memerintahkan agar melakukan monitoring dan evaluasi secara terpadu, sehingga KLB dapat dicegah dan ditanggulangi. Menindaklanjuti surat Mendagri dalam waktu dekat ini kita juga akan membuat surat edaran (SE) yang nantinya akan diteruskan ke kebapupaten/kota,” ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang P2P pada Dinkes Bulungan, Imam Sujono mengatakan, sejauh ini kasus DBD di Bulungan memang mengalami peningkatan kasus, dan beberapa hari ini karena adanya KLB, pihaknya juga telah melakukan fogging fokus di tempat yang banyak ditemukan kasus DBD.
“Tapi pada dasarnya fogging ini dampaknya sangat kecil, yang paling bagus itu melakukan gerakan PSN dengan gerakan 3M plus,” jelasnya.