Saat dilakukan pendaftaran beasiswa 2016 lalu, Yako dinyatakan sehat. Prosedur itu diwajibkan ITCC kepada semua calon mahasiswa. Selain itu, di Tiongkok, seluruh mahasiswa diwajibkan mengikuti kepesertaan asuransi, sejenis BPJS Kesehatan. “Ada ditanggung, anggaplah seperti BPJS, tapi di Tiongkok, dalam setahun bisa sampai Rp 900 juta. Sekarang ini, asuransi itu sudah habis kuotanya. Sudah dipakai beberapa kali. Di beberapa kota bisa saja angkanya berbeda, karena tiap kota di sana beda-beda. Sekarang posisinya minus Rp 200 jutaan. Dia dalam keadaan mengutang di RS sana,” ungkap Andre.
Selama ini, kata Andre, setiap mahasiswa yang mengajukan izin, atau cuti untuk pulang pasti dibolehkan oleh pihak kampus. Seperti Yako, dibolehkan untuk kembali setelah benar-benar sehat. “Dia dua kali kena. Sakitnya TBC,” lanjut Andre.
ITCC, yayasan yang menjembatani mahasiswa seperti Yako sampai ke Tiongkok sejak awal menyampaikan jika beasiswa tak menanggung biaya hidup di Tiongkok. “Soal kesehatan ada asuransi itu, dibayar di awal, setahun sekali, Rp 800 ribu sampai Rp 1,2 juta, sekitar RMB 400-600. Tapi manfaatnya bisa sampai Rp 900 juta. Seingat saya, Yako sudah beberapa kali masuk RS, beberapa kali sakit cukup parah,” sebutnya.
Menurut Andre, pendidikan Yako tidaklah mahal. Tak lagi menanggung biaya kuliah dan tempat tinggal. Masih jauh lebih mahal jika berkuliah di Indonesia. “Di Indonesia ini kita masih harus bayar kos-kosan, transportasi, dan segala macam,” ulasnya.
Azroy Bahri, rekan Yako kuliah di Tiongkok menjelaskan Yako pada 3 April 2019 meminta kepada teman kelasnya untuk dipulangkan. Atas saran dari wali kelas, sebelum dipulangkan Yako dicek kesehatannya, karena terlihat sangat lemah.
Pada hari itu Yako masuk rumah sakit, dirawat inap selama 3 hari. Pada 6 April 2019 harus dipindahkan ke rumah sakit lain, dilakukan rawat ICU selama 4 hari karena dalam kondisi kritis. “Pada 9 April 2019, Yako dipindahkan lagi ke rumah sakit lain, karena dua rumah sakit tersebut lumayan mahal biaya yang harus dibayar,” ujarnya.
Beberapa pekan lalu Yako tidak diberikan obat, karena tak ada lagi uang. Selama di rumah sakit semua biaya ditanggung pihak sekolah.
Rumah sakit di Tiongkok menerapkan kebijakan pasien yang ingin pulang harus melunasi semua utang yang ada. Yako masih tetap ditahan di rumah sakit karena utang itu.
Kebijakan pemerintah Tiongkok, apabila calon penumpang menderita penyakit menular, maka tidak dizinkan menumpang pesawat. Pihak sekolah kehabisan cara, untuk itu meminta kepada mahasiswa Indonesia di Tiongkok, mencari bantuan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI). “Pihak sekolah tidak lagi mengurus Yakomina dan menyerahkan ke KJRI yang ada di Tiongkok,” tuturnya.
Selama ini yang menjaga Yako adalah teman sekelasnya secara bergilir, pagi dan malam. Namun, dikarenakan bertepatan dengan ujian semester, sidang skripsi, dan persiapan kelulusan. Di antara yang menjaga semakin berkurang.
Untuk itu ia sangat berharap ada bantuan untuk Yako di Tiongkok, bantuan dapat disalurkan melalui WeChatPay (id: @Sherlyastutir) Alipay (13662338705) atas nama Sherly Astuti, atau bisa transfer ke BCA (0070252350) atas nama Dinda Ramadita.
“Semoga uluran tangan kita dapat menolong saudara kita Yakomina di Tiongkok,” harapnya. (nal/lim)