“Dalam TPPO ini unsur-unsur pidananya sangat selektif untuk ditetapkan sebagai TPPO,” ungkapnya.
Diakuinya, untuk warga Nunukan yang menjadi TKI sangat sedikit. Namun untuk warga yang berasal dari luar Nunukan kemudian masuk ke Malaysia untuk menjadi TKI jumlahnya sangat banyak. Sehingga pihaknya juga memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanganan terhadap TPPO. “Karena Nunukan ini pintu TKI yang prosedural dan nonprosedural. Imbasnya di Nunukan, dampakanya pasti ke Nunukan,” bebernya.
Terpisah, Mutiara Dharmanto selaku staf Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT menambahkan, kebanyakan warga NTT yang menjadi TKI berasal dari Flores, Sumba dan Timor. Dari Pemprov NTT sendiri sudah bertekad akan bekerja sama dengan Pemprov Kaltara dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
“Dari catatan kita, di tahun 2017 untuk warga NTT yang bekerja di NTT terdapat 1.300 dan di tahun baru 300. Itu yang berangkat secara prosedural, tetap persoalan yang sekarang ini kita mau mencegat yang berangkat secara nonprosedural,” sebutnya.
Apalagi, lanjut Mutiara, ada kapal yang dari NTT langsung berangkat ke Nunukan. Dari situ pihaknya menduga banyaknya warga NTT yang berangkat secara non prosedural, kemudian tidak melaporkan diri bahwa akan bekerja di Malaysia. Dengan begitu juga pihaknya tidak dapat melakukan pemantauan terhadap warga NTT yang berangkat ke Malaysia, melalui Nunukan. Ia mencontohkan, banyaknya warga NTT yang berangkat ke Malaysia berawal dari ajakan kerabat, sehingga tidak melalui prosedural dan pihaknya tidak dapat melakukan pemantauan.
“Di tahun 2019 kita berhasil mencegat yang berangkat secara nonprosedural itu 890. Itu yang akan melalui Kalimantan Barat dan Utara. Ini yang kita cegat baru dari daratan Timur, tapi masih ada di daratan Sumba dan Flores,” pungkasnya. (zar/eza)