• Senin, 22 Desember 2025

Kerap Dijadikan Kado dan Cendera Mata Pejabat

Photo Author
- Jumat, 18 Oktober 2019 | 09:11 WIB

 BERANGKAT dari permasalahan tersebut, para pegiat lingkungan saat itu mulai berpikir keras dan berupaya ikut andil dalam memecah permasalahan yang dianggap cukup penting.

Ya, meski awalnya mereka (pegiat lingkungan) laiknya warga biasa yang bersama pemerintah daerah dan instansi vertikal lainnya untuk bersama membersihkan eceng godok. Yakni, dengan cara mengangkut eceng gondok dan dibuang begitu saja di pinggir sungai.

Namun, lambat laun dirasa cara itu bagi pegiat lingkungan dianggap menghasilkan satu manfaat. Bila dicermati dengan baik dari eceng gondok bisa memberikan manfaat lainnya. Bahkan, dapat memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat.

Alhasil, Tanti Nurhayati tercetus ide untuk dapat menjadikan eceng gondok memiliki nilai ekonomi. Pertama-tama dirinya memberanikan diri untuk mengajak masyarakat setempat. Khususnya nelayan yang terdampak dari eceng gondok dapat mengumpulkan minimal 50 batang eceng gondok.

Namun, sebelumnya dari 50 batang eceng gondok itu sendiri diminta kepada nelayan untuk dijemur sampai kering. Kemudian, jika dianggap cukup kering lalu diikat menjadi satu.

“Ya, dari situ baru kami rupiahkan. Saat itu berdasarkan kesepakatan bersama per ikatnya dihargai Rp 10 ribu,” ungkapnya kepada Radar Kaltara saat ditemui di kediamannya.

Tanti sapaan akrabnya mengaku ide itu muncul secara seketika. Bahkan, dana yang dikeluarkannya itu pun merupakan dana pribadi. Akan tetapi, karena kecintaannya terhadap lingkungan menurutnya itu tak menjadi suatu masalah.

“Lalu untuk apa ikatan eceng gondok itu? Saya memang tak cukup banyak berpikir kala itu. Tapi, saya yakin dari eceng gondok itu akan bermanfaat,” ujar wanita paruh baya ini.

“Yaitu, saya dengan mengajak para pegiat lingkungan lainnya untuk bersama mengolah eceng gondok itu menjadi bahan kerajinan tangan,” sambungnya.

Dikatakannya juga, sampai saat ini dirinya mengakui masih terus menerima penjualan eceng gondok dari nelayan–nelayan di ibu kota. Hanya, saat ini dirinya tak perlu cukup pusing karena dari eceng gondok itu sudah cukup banyak orang yang memesannya.

“Buah dari keyakinan itulah membuat hasil seperti saat ini. Alhamdulillah ini tentunya membuat kami terus bersemangat,” ucapnya.

Ditambahkannya juga, saat ini pun dengan dibantu pegiat lingkungan lainnya. Yaitu Agustryanti, sehingga permasalahan eceng gondok diklaim dapat ditangani dengan baik. Yakni dengan ‘menyulapnya’ menjadi barang yang bernilain tinggi.

“Eceng gondok itu bisa menjadi pigura, vas bunga, tempat peralatan tulis dan masih banyak lagi,” jelasnya.

Sementara, Agustryanti menambahkan, dari eceng gondok memang tak ubahnya seperti bahan kerajinan lainnya. Oleh karenanya, sejak awal diajak untuk bersama menjadikan eceng gondok sebagai bahannya. Ia pun mengaku langsung tertarik dan langsung bergerak. “Saya saat itu langsung menyatakan siap. Meski dengan memiliki konsep sederhana yang ada dalam kepala saya,” ungkapnya.

Lanjutnya, bahan kerajinan tangan dengan eceng gondok itu memang di Bulungan merupakan perdana untuk diolah. Sehingga memang saat ia mulai mengolahnya terdapat sebuah kesuliitan yang cukup tinggi. Beruntung saat itu berbekal kesabaran dan keuletannya sehingga semua dapat teratasi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

X