Pendiri Gojek itu menjelaskan, hampir semua persoalan bangsa Indonesia solusinya ada di pendidikan. Diakuinya, tantangan sebagai Mendikbud begitu luas. Apalagi menurutnya Kemendikbud adalah kementerian dengan skala besar. Sistem pendidikan di Indonesia merupakan terbesar di dunia nomor empat. “(Sistem pendidikan, Red) belum terlalu banyak perubahan 20-30 tahun terakhir. Walaupun ada banyak hal baik dari Pak Muhadjir dan Pak Nasir,” tuturnya.
Nadiem mengatakan harapannya ke depan adalah menciptakan pendidikan yang berbasis kompetensi dan karakter. Aspek penting untuk mewujudkannya adalah guru. Baik dari aspek kapabilitas maupun kesejahteraan guru bagi Nadiem sangat penting. Menurut dia, murid itu hanya bisa sebaik gurunya.
Nadiem lantas menyampaikan alasannya bisa ditugasi menjadi Mendikbud, meskipun bukan berasal dari kalangan pendidikan. “Saya lebih mengerti apa yang akan (dibutuhkan, Red) di masa depan kita,” tuturnya. Sebab bidang bisnisnya selama ini adalah untuk mengantisipasi kebutuhan masa depan. Dia mengatakan tantangan pendidikan saat ini adalah link and match antara lembaga pendidikan dengan kebutuhan industri.
Kemudian Nadiem mengatakan dengan 300 ribu sekolah, 50 juta murid, mau tidak mau memerlukan peran teknologi yang begitu besar. Pemantaan teknologi itu untuk mencapai kualitas, efisiensi, dan sistem administrasi dunia pendidikan yang baik. “Seperti arahan Pak Presiden, kita tidak bisa business as usual. Kita harus mendobrak dan berinovasi,” jelasnya.
Sosok lain yang menarik perhatian adalah posisi Menteri Kesehatan yang dipegang dokter Terawan. Apalagi, pemilihannya mendapat penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI sebelumnya menganggap Terawan melanggar kode etik. Saat dikonfirmasi, Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto itu menanggapi santai.
“Ya ndak papa. Kan namanya juga sekarang jabatan politis. Kan ada menerima, ada yang menolak. Itu hal biasa,” ujarnya.
Dibanding mempersoalkan hal itu, dia memilih untuk fokus pada tanggung jawabnya. Saat ini, ada sejumlah persoalan yang harus dituntaskan. Yakni pembenahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) hingga pemberantasan stunting untuk mendukung pengembangan SDM.
Untuk penyelesaian BPJS, Terawan belum bisa menyampaikan detail. Sebab, dia belum bicara dengan stakeholder terkait. Namun, prinsipnya dia ingin membuat solusi yang moderat.”Yang tidak memberatkan masyarakat dan negara. Dan itu harus betul-betul dibahas dengan detail, dan harus penuh kejujuran, keterbukaan,” imbuhnya.
Kemudian untuk persoalan Stunting, terawan mengaku akan mendalami karakteristik masing-masing daerah. Sebab, masing-masing memiliki kondisi dan tantangannya tersendiri. Sehingga tidak bisa dilakukan kebijakan yang sama.”Anggaran harus betul-betul tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat guna,” kata dia.
Sektor lain yang erat kaitannya dengan publik adalah masalah pangan. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya akan berupaya menciptakan ketahanan pangan di dalam negeri. Dengan cara itu, Indonesia diharapkan dapat mengurangi aktivitas impor pangan yang kerap menimbulkan gejolak di dalam negeri. “Kalau memang tidak sangat mendesak, impor kita hindari,” ujarnya.
Untuk menuju swasembada pangan, mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu mengaku membutuhkan strategi yang panjang. Dalam waktu dekat, hal utama yang akan dilakukan adalah perapihan data. Pasalnya, perbedaan data yang selama ini terjadi membuat pemerintah gamang dalam membuat kebijakan. Imbasnya, masih ada kasus komoditas impor masuk, padahal stok di dalam negeri melimpah.
SYL yakin, jika data yang dimiliki masing-masing lembaga terkonsolidasi, maka hal itu bisa dihindari. Bukan hanya terhadap beras, namun juga komoditas lainnya. Lalu, bagaimana mengakurasikan data? SYL menilai teknologi digital sudah sangat maju. Dengan artificial intelligence, data di lapangan dapat diambil dengan akurat. “Panen-panen ga perlu dengan laporan. Dengan satelit pun sudah bisa kita lakukan,” ungkapnya.
Sementara itu, terpilihnya Fachrul Razi sebagai Menteri Agama memicu protes dari kalangan Nahdliyin. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengakui, sejak dimumkannya susunan kabinet, ada protes dari sejumlah kiai dan tokoh-tokoh NU dari seluruh pelosok Indonesia tentang pengangkatan Fachrul Razi sebagai menteri agama. “Dari kalangan tanfidziyah maupun syuriah. Bahkan para kiai-kiai sepuh juga,” kata Robikin pada Jawa Pos kemarin (23/10).
Kekecewaan saat ini tengah ditampung oleh PBNU sebagai bahan pertimbangan untuk langkah selanjutnya. Yang jelas kata Robikin, PBNU ingin berusaha mengelola aspirasi para Kiai dari berbagai daerah agar tersalurkan dengan baik. Kekecewaan yang utama kata Robikin adalah karena Kemenag selama ini dianggap sebagai garda terdepan dalam mengatasi radikalisme berbasis agama.
”Namun para kiai tak habis mengerti terhadap pilihan yang ada (Jokowi, Red),” sebut Robikin.