PROKAL.CO, Meski dianggap sebagai tradisi dan kebiasaan turun temurun, praktik nyirih ternyata menyimpan risiko serius bagi kesehatan, terutama berkaitan dengan kanker mulut.
Nginang bisa sebabkan kanker mulut karena bahan tambahan dalam sirih seperti biji pinang, kapur, dan tembakau yang memiliki sifat karsinogenik.
Dilansir dari sumber media, Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia menurut drg. Rahmi Amtha, MDS, Sp.PM, PhD, daun sirih sendiri tidak berbahaya karena memiliki sifat antiseptik. Namun, bahaya muncul saat dikombinasikan dengan pinang.
“Sirihnya tidak menyebabkan kanker, karena sirih bagus bersifat antiseptik. Yang mengandung bahan karsinogenik adalah pinangnya,” ujarnya dalam acara edukasi kesehatan di Jakarta.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan biji pinang sebagai zat karsinogen sejak 2003 karena kandungan senyawa seperti arecoline, arecaidine, guvacine, dan guvacoline. Zat-zat ini berperan dalam merangsang pertumbuhan sel abnormal di rongga mulut.
Sebuah studi jangka panjang yang diterbitkan National Library of Medicine juga memperkuat temuan ini.
Dari lebih dari 177 ribu pria yang diamati sejak 1994, mereka yang mengunyah pinang menunjukkan peningkatan signifikan pada kasus kanker mulut, terlebih bila disertai kebiasaan merokok.
Baca Juga: Spesifikasi dan Harga Supercar Diogo Jota: Bisa Ngebut Sampai 325 Km, Dibanderol Miliaran
Dr. Sara Elise Wijono, MRes, menambahkan bahwa hampir semua bahan tambahan dalam menyirih, termasuk kapur dan tembakau, memiliki potensi menyebabkan kanker.
“Baik itu kapur, daun sirih, dan tembakau, semua bersifat karsinogenik,” ungkapnya.
Dampak menyirih tak hanya terbatas pada rongga mulut. Risiko kanker juga dapat meluas ke organ lain seperti kerongkongan, hati, pankreas, laring, bahkan paru-paru.
Para pakar menyarankan agar masyarakat menghentikan kebiasaan menyirih secara total untuk mencegah risiko kanker.
Selain itu, penting untuk menjaga kebersihan mulut, menghindari rokok dan alkohol, serta melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi guna mendeteksi perubahan dini pada jaringan mulut. (*)