PONTIANAK – Persoalan obesitas yang dialami 8,90 persen anak usia 5-12 tahun di Kalimantan Barat (Kalbar) tak hanya dipicu oleh pola makan tak sehat, tetapi juga oleh perubahan gaya hidup signifikan, terutama akibat dominasi gawai. Akademisi Universitas Muhammadiyah, M. Taufik, menekankan perlunya intervensi serius dari keluarga dan pemerintah untuk menciptakan perubahan perilaku.
Taufik menilai bahwa perubahan perilaku akibat penggunaan gawai menjadi faktor penting lain yang menyebabkan anak lebih sering beraktivitas di depan layar dibandingkan bermain atau bergerak bebas. “Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan penurunan pengeluaran energi, sehingga kalori yang masuk tidak terbakar dengan efektif,” tuturnya.
Tips Kritis untuk Orang Tua: Makanan Sehat Tak Harus Mahal
Taufik menegaskan bahwa tekanan ekonomi yang membuat makanan murah dan cepat saji menjadi pilihan keluarga tidak seharusnya membuat anak kekurangan gizi seimbang. Ia menyebut banyak bahan pangan lokal yang murah, sehat, dan bergizi yang dapat dikonsumsi setiap hari.
“Sebenarnya makanan sehat tidak harus mahal. Tahu, tempe, telur, kacang-kacangan, sayur, dan buah lokal bisa jadi pilihan bergizi yang terjangkau,” ujarnya.
Ia secara khusus menganjurkan orang tua untuk mulai membiasakan anak membawa bekal dari rumah sebagai cara efektif mengontrol jenis dan kualitas makanan yang dikonsumsi di sekolah, sekaligus menghindari camilan ultraprocessed di kantin.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Erna Yulianti, juga mengingatkan orang tua agar lebih cermat memerhatikan pola makan dan aktivitas fisik anak sebagai upaya utama mencegah risiko obesitas. Erna menyebut anggapan “anak gemuk itu lucu” masih menjadi salah satu tantangan besar dalam upaya membangun kesadaran mengenai gizi seimbang.
Taufik mengatakan pemerintah daerah perlu melakukan intervensi serius agar persoalan obesitas anak tidak semakin besar. Langkah-langkah strategis yang mendesak diterapkan meliputi:
Edukasi Publik: Edukasi untuk orang tua, guru, dan anak perlu diperkuat karena banyak yang belum memahami dampak obesitas sejak dini.
Regulasi Kantin Sekolah: Pemerintah perlu memastikan hanya makanan yang aman dan sehat yang dijual kepada anak-anak. “Kantin sekolah seharusnya tidak menjual makanan yang hanya tinggi gula dan lemak. Harus ada standar makanan sehat di sekolah,” tegasnya.
Fasilitas Publik Aktif: Pemerintah perlu memperbanyak taman bermain, lapangan olahraga, serta kegiatan luar sekolah yang mendorong aktivitas fisik.
Taufik menyimpulkan bahwa persoalan obesitas anak harus ditangani bersama melalui kolaborasi lintas sektor—sekolah, pemerintah, dan swasta—untuk menciptakan perubahan perilaku dan lingkungan makan yang lebih sehat.
“Kalau tidak ada langkah nyata sekarang, risikonya akan kita rasakan beberapa tahun ke depan,” pungkasnya. (*)