BALIKPAPAN – Kepadatan ekstrem di Jakarta kembali menjadi sorotan global setelah Divisi Kependudukan PBB menetapkannya sebagai kawasan metropolitan terpadat di dunia dengan populasi mencapai 42 juta jiwa. Menurut laporan ABC, posisi Jakarta kini menyalip Dhaka, Bangladesh, dan Tokyo, yang telah bertahun-tahun berada di puncak daftar kota terpadat.
Kondisi ini kian menegaskan kebutuhan mendesak pemerintah untuk mendorong pemerataan penduduk ke wilayah lain, termasuk Kalimantan dan daerah luar Jawa. Tingginya populasi membuat Jakarta menghadapi persoalan klasik kota raksasa, seperti kemacetan, polusi, hingga banjir, yang diperburuk oleh rumitnya koordinasi antarwilayah Jabodetabek.
Menteri ATR/BPN Dorong Transmigrasi ke Kaltim dan Sumatera
Untuk mengurangi tekanan di wilayah padat, Pemerintah kembali menghidupkan program transmigrasi. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, secara terbuka meminta warga Bali untuk mempertimbangkan transmigrasi ke daerah yang memiliki lahan pertanian lebih luas.
“Warga Bali harus ada yang kita siapkan untuk transmigrasi lagi, mengelola lahan-lahan di luar Bali,” ujar Nusron saat Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria di Denpasar.
Ia menyebut beberapa wilayah yang membutuhkan tenaga pengelola lahan pertanian, termasuk Kalimantan Timur (Kaltim), Sumatera Selatan, hingga Papua. Nusron menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto ingin kembali menghidupkan program transmigrasi sebagai strategi pemerataan dan pengentasan kemiskinan.
“Kalau tidak ada masyarakat lokal, pemerintah akan datangkan dari Jawa dan Bali. Program transmigrasi dihidupkan lagi dengan memberikan lahan yang menjanjikan di luar Jawa,” tegasnya.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyambut baik dan mempersilakan masyarakatnya yang ingin mengikuti program tersebut, menilai langkah ini sejalan dengan sejarah perpindahan penduduk dari wilayah padat ke daerah berlahan luas.
Di sisi lain, upaya relokasi dan pemerataan juga diwujudkan melalui pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Pembangunan kompleks pemerintahan terus dikebut, termasuk:
Kompleks Yudikatif: Meliputi gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY). Total anggaran mencapai Rp 11,6 triliun dengan kebutuhan lahan 57 hektare.
Kompleks Legislatif: Seluas 42 hektare dengan anggaran Rp 8,5 triliun untuk periode pembangunan 2025–2027. Fasilitas ini mencakup Gedung Sidang Paripurna, Plaza Demokrasi, Serambi Musyawarah, dan gedung kerja pendukung.
Pembangunan prioritas lainnya, seperti Masjid Negara, Basilika, dan penataan Pasar Sepaku, ditargetkan rampung akhir 2025. Otorita IKN memastikan infrastruktur pendukung, termasuk konektivitas jalan, hunian, dan kebutuhan air baku, akan mencukupi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditargetkan mulai direlokasi secara bertahap pada 2028. (*)