nasional

Menyusuri Lebih Dekat, Jejak Tradisi Tionghoa di Kampung Lawas Surabaya

Senin, 5 Februari 2024 | 20:46 WIB
GUYUB: Anak-anak Kampung Tambak Bayan berkreasi bersama dengan didampingi warga dewasa di aula Tha Yang beberapa waktu lalu.

 

Surabaya memiliki kawasan pecinan yang unik dan menarik. Selain Kembang Jepun, ada dua kampung lawas yang 90 persen penduduknya keturunan Tionghoa. Tak sekadar menempati rumah-rumah peninggalan leluhur, mereka juga terus melestarikan tradisi.

 

PAIFANG atau gerbang khas Tiongkok itu menyambut siapa pun yang berkunjung ke kampung di Jalan Kapasan Dalam, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto. Kamis (1/2) lalu, ornamen berbentuk lampion dan naga menghiasi jalan masuk gang. Nuansa pecinan di area yang sebagian besar rumah penduduknya berarsitektur Tionghoa kolonial itu pun menjadi semakin kental.

Wakil Ketua Pecinan Kapasan Dalam Michael Wijaya mengatakan, kampungnya lahir bersamaan dengan berdirinya Kelenteng Boen Bio pada 1883. ’’Awalnya, Kampung Kapasan Dalam ini dihuni warga asli dari Tiongkok yang merantau ke Surabaya pada abad ke-18,’’ katanya saat ditemui Jawa Pos.

Bagi publik Surabaya, Kapasan Dalam identik dengan seni bela diri kungfu dan pengobatan herbal. ’’Mayoritas penduduk dari Tiongkok yang merantau ke sini memang ahli kungfu dan pengobatan. Di kampung ini juga ada balai pengobatan,’’ ujar Michael.

Baca Juga: Diduga Masalah Ekonomi, Bayi 1 Tahun Dibanting oleh Ibu, Ayahnya Ngamuk Hajar Istrinya 

Hingga kini, Balai Pengobatan Kapasan Dalam masih berdiri. Bangunannya tidak berubah. Dulu, di situ sering diselenggarakan pengobatan massal. ’’Apalagi saat perang. Sangat membantu perjuangan arek-arek Suroboyo lewat pengobatan,’’ imbuhnya.

 

-
 
KUNGFU: Michael Wijaya (kanan) bersantai bersama warga lainnya di Kampung Kpasan Dalam pada Kamis (1/2). (AHMAD KHUSAENI/JAWA POS)

 

Kini, tidak banyak warga yang masih menguasai kungfu atau ilmu pengobatan. Namun, masih ada sanggar kungfu di Kelenteng Boen Bio. Di sanggar itu pula latihan barongsai berlangsung. Demikian pula pengobatan tradisional Tiongkok, akupunktur. ’’Justru banyak warga dari luar Kapasan Dalam yang datang untuk latihan kungfu dan barongsai. Gratis,’’ ujar Michael.

Baca Juga: Amira Hilyatun Nisak, Bayi yang Lahir dengan 24 Jari Tangan dan Kaki, Sang Ibu saat Hamil Sempat Lihat Kepiting, Bukan Cacat tapi Anugerah

Di kampung yang terdiri atas 5 RT itu, 90 persen warganya adalah etnis Tionghoa. Sementara itu, 10 persen lainnya adalah Jawa dan Madura. Soal keyakinan, warga memeluk beragam agama. Ada Konghucu, Kristen, Islam, dan Buddha. ’’Selain kelenteng, kampung kami juga punya musala, vihara, dan gereja,’’ urainya.

Generasi keempat keturunan Tionghoa yang tinggal di Kapasan Dalam masih menjunjung tinggi tradisi leluhur. Bahkan, para pengusaha sukses yang lahir dari kampung itu masih kembali ke rumah lama mereka tiap perayaan tertentu. ’’Rumah-rumahnya masih ada dan kosong. Mereka tidak menjualnya karena percaya leluhurnya ada di rumah itu. Jadi, kadang datang untuk sembahyang,’’ ungkap Michael.

 

 

Halaman:

Tags

Terkini