nasional

Potensi Korupsi di Sejumlah Bank Pembangunan Daerah, KPK Temukan Kerugian Ratusan Miliar, Ini Modusnya!

Kamis, 15 Mei 2025 | 11:45 WIB
Ilustrasi KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap sejumlah potensi korupsi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) terkait penyaluran kredit dan pengelolaan kredit bermasalah. Dalam pemeriksaan yang dilakukan, KPK menemukan enam masalah utama yang berpotensi melibatkan fraud (kecurangan), kelalaian, hingga kelemahan regulasi.

Baca Juga: Karena Politik Uang Besar-Besaran dan Masif, Semua Paslon Pilkada Barito Utara Kalteng Didiskualifikasi, PSU Diulang

Dari temuan ini, total nilai kredit atau pembiayaan yang bermasalah mencapai ratusan miliar rupiah dengan rentang waktu dari tahun 2007 hingga 2023. Enam permasalahan itu pun dijelaskan secara rinci oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers pasca audiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rabu (14/5).

Baca Juga: Prabowo: Dunia Islam Harus Bersatu Hadapi Tantangan Global

KPK menemukan indikasi fraud pada penyaluran kredit sesuai ketentuan POJK No.39/POJK.03/2019. Dari 12 jenis fraud yang disebutkan dalam aturan tersebut, empat di antaranya ditemukan terjadi di beberapa BPD. Jenis fraud itu adalah Penggunaan kredit tidak sesuai tujuan (side streaming), Debitur fiktif, Debitur topengan (tidak benar-benar bertindak sebagai debitur), dan Rekayasa dokumen.

Total nilai kredit yang terseret dalam kasus ini mencapai Rp451,19 miliar untuk periode 2013–2023. Kedua, kredit untuk Bukan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan. Masalah kedua adalah adanya kredit yang diberikan kepada perusahaan di mana "key person" (orang penting) bukan merupakan pengurus atau pemegang saham pengendali (PSP). Dari tiga BPD yang diperiksa, ditemukan empat kredit macet senilai Rp260 miliar (2013–2020).

Baca Juga: Politik Uang Gila-Gilaan di PSU Barito Utara, Dua Paslon Sama-Sama Bayar Warga, Satu Suara Rp16 Juta, Ada Juga Dijanjikan Umrah

Analisis kelayakan kredit lebih mengandalkan profil individu daripada perusahaan itu sendiri. Ketika "key person" meninggal atau bermasalah, pembayaran kredit pun dihentikan karena mereka bukan bagian dari struktur perusahaan.

Yang ketiga, kata Budi, bahwa termin Proyek Tidak Masuk ke Rekening BPD. KPK juga menemukan masalah termin pembayaran proyek yang tidak sampai ke rekening bank. Dalam lima BPD, ada 11 kredit modal kerja macet senilai Rp72 miliar (2013–2020). Modusnya adalah alih rekening penerimaan tanpa izin BPD, rekening penampungan tidak diblokir/dipotong, pencairan kredit melebihi progres pekerjaan.

"KPK menduga terjadi kolusi antara debitur dan pihak kontraktor. Ada juga dugaan keterlibatan pejabat BPD dalam membiarkan hal ini terjadi," ujarnya.

Selanjutnya, benerapa Debitur Tidak Layak Tetap Dibiayai. Beberapa BPD diketahui memberikan kredit kepada debitur yang sebenarnya tidak layak. Dari lima BPD, ditemukan enam kredit modal kerja macet senilai Rp224,7 miliar (2007–2022). Hal ini terjadi karena karakter debitur diabaikan, verifikasi usaha tidak maksimal, dan reviu risiko dan kepatuhan diabaikan.

Yang kelima, Budi juga menjelaskan soal Jaminan Bermasalah. KPK juga menemukan jaminan kredit yang bermasalah. Nilainya mencapai Rp234,4 miliar dari kredit yang diberikan antara 2007 hingga 2022. Jaminan tersebut ternyata tidak bisa dicairkan saat debitur gagal bayar.

Terakhir adalah Kredit Multiguna Macet Anggota DPRD. Yang paling menyita perhatian publik adalah penyaluran kredit multiguna (KMG) kepada anggota DPRD Provinsi dari tahun 2015–2019 dan 2019–2024. Total kredit yang diberikan mencapai Rp20,867 miliar di empat BPD.

Sayangnya, banyak dari kredit ini kini bermasalah karena para anggota DPRD enggan membayar setelah terkena pergantian antar waktu (PAW). Diduga kuat, BPD tidak aktif menagih karena khawatir akan tekanan politik, mengingat Pemerintah Provinsi adalah pemilik saham mayoritas BPD.

Halaman:

Terkini