PROKAL.CO-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meyakini bahwa masa depan bumi hanya dapat dijaga bila umat manusia kembali menata relasinya dengan alam dalam kerendahan hati dan tanggung jawab.
Dengan perspektif ini, PGI menyatakan keprihatinan mendalam atas semakin meluasnya praktik industri ekstraktif di Indonesia yang mengabaikan keberlanjutan ekologis, keadilan sosial, dan martabat kemanusiaan.
PGI memandang, Indonesia saat ini menghadapi krisis ekologis yang semakin serius, di mana hutan tropis dan pulau-pulau kecil dibuka untuk
pertambangan.
pertambangan.
Tanah, air, udara, dan semua ciptaan Tuhan yang wajib dijaga demi rumah bersama justru menjadi korban keserakahan atas nama pembangunan dan keuntungan material.
Kualitas air menurun akibat sungai tercemar limbah industri. Di mana-mana masyarakat adat kehilangan ruang hidup dan mata pencahariannya.
Dengan berduka, menyaksikan krisis ekologis yang ditandai hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, perubahan iklim, dan ketidakadilan terhadap masyarakat lokal.
Krisis ekologis menjadi sorotan Sidang Raya XVIII PGI di Rantepao, Toraja, tahun 2024, yang mengusung tema,“Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan, dan
kebenaran.”
kebenaran.”
Baca Juga: Pegawai Diminta Jadi Teladan Tertib Gerbang, Akses Tower Kadrie Oening Dispora Kaltim Diperketat
Bahkan PGI mulai melihat terjadinya polikrisis termasuk ekologis – yang menuntut
komitmen kuat untuk meresponsnya.
komitmen kuat untuk meresponsnya.
Pesan Sidang Raya XVIII yang mendesak PGI, gereja-gereja, dan mitra-mitranya untuk merawat bumi sebagai rumah bersama dalam spirit keugaharian.
Pesan tersebut mengajak untuk melawan keserakahan oligarki yang melakukan eksploitasi alam secara berlebihan, serta menolak praktik-praktik destruktif terhadap ciptaan.
Perkembangan terkini menyangkut eksploitasi tambang nikel di kawasan gugusan pulau-pulau Raja
Ampat, Papua Barat Daya, menunjukkan bagaimana keindahan alam yang selama ini menjadi tujuan wisata kelas dunia, situs warisan budaya adat, dan pusat keanekaragaman hayati global
justru terancam oleh ekspansi industri pertambangan.
Dunia kini mencermati meningkatnya
ancaman perusakan yang nyata terhadap kawasan konservasi laut dan budaya maritim di kawasan yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai Global Geopark pada 23 Mei 2023.
ancaman perusakan yang nyata terhadap kawasan konservasi laut dan budaya maritim di kawasan yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai Global Geopark pada 23 Mei 2023.
Pada bagian lain di tanah air, dari pertambangan serupa di Morowali, Sulawesi; Maluku; hingga konflik agraria di
Sumatra Utara antara pelaku industri dan komunitas adat menjadi bukti bagaimana industri berkarakter ekstraktif kerap kali mengorbankan hak-hak masyarakat adat dan menciptakan ketegangan sosial yang berlarut.
Sumatra Utara antara pelaku industri dan komunitas adat menjadi bukti bagaimana industri berkarakter ekstraktif kerap kali mengorbankan hak-hak masyarakat adat dan menciptakan ketegangan sosial yang berlarut.
Belum lagi persoalan aktivitas penanaman monokultur tanaman industri dan penebangan hutan yang telah mengancam biodiversitas alam.
Kasus-kasus ini menjadi potret nyata betapa industri ekstraktif di Indonesia belum ramah
lingkungan dan memenuhi visi pemeliharaan alam berkelanjutan.
lingkungan dan memenuhi visi pemeliharaan alam berkelanjutan.
Apa yang terjadi akhir-akhir ini
memperlihatkan praktik-praktik eksploitasi sumber daya atas nama hilirisasi, namun berlangsung secara destruktif, tanpa visi pemulihan, penciptaan keadilan, dan pertimbangan moral-spiritualitas
ekologis.
memperlihatkan praktik-praktik eksploitasi sumber daya atas nama hilirisasi, namun berlangsung secara destruktif, tanpa visi pemulihan, penciptaan keadilan, dan pertimbangan moral-spiritualitas
ekologis.
Bukan hanya di Raja Ampat dan Danau Toba, praktik-praktik serupa juga kita ketahui
terjadi di Teluk Weda, Halmahera (pertambangan nikel), di Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara (pertambangan pasir dan batu), di Morowali, Sulawesi Tengah (pertambangan nikel), di Pulau
Sangihe, Sulawesi Utara (pertambangan emas), di Kepulauan Bangka Belitung (pertambangan timah), di Pulau Buru, Maluku (pertambangan emas), dan di daerah-daerah lain di tanah air.
terjadi di Teluk Weda, Halmahera (pertambangan nikel), di Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara (pertambangan pasir dan batu), di Morowali, Sulawesi Tengah (pertambangan nikel), di Pulau
Sangihe, Sulawesi Utara (pertambangan emas), di Kepulauan Bangka Belitung (pertambangan timah), di Pulau Buru, Maluku (pertambangan emas), dan di daerah-daerah lain di tanah air.
Dalam hal spiritualitas ekologis, PGI menegaskan bahwa alam adalah ciptaan Allah yang sakral,
tempat di mana Allah turut berdiam bersama dengan manusia dan segala ciptaan.
Karenanya, umat manusia dipanggil untuk mengusahakan dan memelihara alam secara bertanggung jawab dan berkelanjutan (bdk. Kejadian 2:15), alih-alih mengeksploitasi dalam nafsu kerakusan.
PGI menentang teologi antroposentris tentang alam.
Manusia bukan pusat dan pemilik mutlak alam, tetapi merupakan bagian dari alam yang adalah rumah bersama dengan makhluk hidup lainnya.
Dalam rumah itu, manusia harus berbagi kehidupan dengan makhluk lain dalam keseimbangan
ekologis.
ekologis.
Itulah nilai kehidupan yang juga diwariskan para pendahulu kita melalui kearifan lokal
masyarakat adat.
masyarakat adat.
Kehidupan manusia bergantung pada keberlanjutan alam dan ekosistemnya.
Manusia bukan tuan atas alam, melainkan sahabat penatalayan (steward), yang wajib merawat dan
mendukung keseimbangan ekologis demi keberlangsungan hidup semua makhluk di bumi.
mendukung keseimbangan ekologis demi keberlangsungan hidup semua makhluk di bumi.
Maka, berdasarkan keyakinan iman dan komitmen menjaga keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan, dalam pernyataan sikap PGI yang ditandatangani oleh Pdt Darwin Darmawan, sekretaris umum, menyampaikan seruan dan desakan kepada:
1. Industri pertambangan di Indonesia, agar secara serius menerapkan standar pertambangan yang bertanggung jawab (responsible mining), yang menghormati batas daya dukung lingkungan.
Setiap industri pertambangan kiranya menegakkan prinsip FPIC (Free, Prior and
Informed Consent), sehingga kemitraan yang berkeadilan dengan komunitas lokal dan
masyarakat adat menjadi norma yang dijunjung dalam relasi industri dengan masyarakat.
Baca Juga: Empat Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Dicabut, PT Gag Nikel Dikecualikan, Kata Bahlil dari Evaluasi Tim Penambangannya Baik Sekali
Informed Consent), sehingga kemitraan yang berkeadilan dengan komunitas lokal dan
masyarakat adat menjadi norma yang dijunjung dalam relasi industri dengan masyarakat.
Baca Juga: Empat Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Dicabut, PT Gag Nikel Dikecualikan, Kata Bahlil dari Evaluasi Tim Penambangannya Baik Sekali
Dalam aktivitas pertambangan, hendaknya para pelaku industri pertambangan mengedepankan efisiensi sumber daya, meminimalisasi terjadinya degradasi lingkungan, dan dengan sepenuh
hati melakukan konservasi keanekaragaman hayati.
hati melakukan konservasi keanekaragaman hayati.
Mendesak dunia industri pertambangan di Indonesia, agar tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial jangka
pendek, melainkan pada tanggung jawab sosio-ekologis jangka panjang, di mana keadilan dari generasi ke generasi terwujud.
pendek, melainkan pada tanggung jawab sosio-ekologis jangka panjang, di mana keadilan dari generasi ke generasi terwujud.
Untuk itu, pelaku industri ekstraktif juga harus memastikan upaya-upaya reklamasi dan restorasi ekologis berjalan bersamaan dengan aktivitas ekstraktif sebagai wujud kearifan industrial — bukan sebagai beban pascatambang.
2. Pemerintah pusat dan daerah kiranya lebih berhati-hati dan selektif dalam menerbitkan dan merekomendasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kawasan Peruntukan Industri (KPI), khususnya di wilayah dengan status konservasi tinggi, wilayah adat, daerah tangkapan air,
daerah sekitar permukiman, dan lain-lain – dengan sungguh-sungguh mematuhi UU 1/2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K).
Bahkan, PGI mendesak dihentikannya (moratorium) penerbitan IUP dan KPI di kawasan-kawasan di mana terdapat kerawanan ekologis, misalnya hutan tropis, kawasan danau dan pesisir, juga pulau-
pulau kecil.
PGI sangat mendukung program hilirisasi yang digelorakan pemerintah, namun penting untuk memastikan bahwa setiap aktivitas industri ekstraktif dalam kerangka hilirisasi senantiasa mengedepankan prinsip keadilan ekologis, transparansi dalam proses perizinan, menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta melibatkan masyarakat terdampak secara aktif sebagai mitra dalam memelihara kelestarian alam, kehidupan, dan mata pencaharian.
Terkait masalah di Raja Ampat, PGI mengapresiasi pemerintah yang telah mencabut IUP empat perusahan pertambangan di kawasan itu.
Sekalipun demikian, PGI mendesak
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengaudit dan meninjau ulang laporan hasil analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan juga laporan analisis mengenai dampak sosial (Amdas) penambangan nikel secara
menyeluruh di wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai gugusan pulau-pulau kecil yang menjadi wilayah tempat berkembangnya berbagai biota laut yang hidup secara simbiosis mutualisme, yang jika satu tercemari sendimentasi limbah beracun dari penambangan nikel maka tidak hanya biota laut di gugusan pulau-pulau kecil tersebut tapi juga manusia yang
hidup di atasnya akan terkena dampak serius secara kesehatan.
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengaudit dan meninjau ulang laporan hasil analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan juga laporan analisis mengenai dampak sosial (Amdas) penambangan nikel secara
menyeluruh di wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai gugusan pulau-pulau kecil yang menjadi wilayah tempat berkembangnya berbagai biota laut yang hidup secara simbiosis mutualisme, yang jika satu tercemari sendimentasi limbah beracun dari penambangan nikel maka tidak hanya biota laut di gugusan pulau-pulau kecil tersebut tapi juga manusia yang
hidup di atasnya akan terkena dampak serius secara kesehatan.
Pelajaran pencemaran sungai Jikwa di Tembagapura sampai Timika bahkan sampai di muara menuju laut Arafura perlu menjadi bahan evaluasi (hasil penelitian UNIPA tahun 2022).
Jadi bukan sekedar asumsi “aman” karena berjarak 30-40 km dari wilayah konservasi pulau pulau Raja Ampat.
Hal ini juga perlu menjadi evaluasi terhadap industri ekstraktif di berbagai wilayah lainnya.
Sebab itu jika terbukti ada pelaku industri ekstraktif yang melanggar prinsip-prinsip perlindungan dan pelestarian alam, pemerintah harus secara tegas memerintahkan penghentian aktivitas
ekstraktif dimaksud, bahkan mencabut izin usahanya.
ekstraktif dimaksud, bahkan mencabut izin usahanya.
Pemerintah berkewajiban mempertahankan keutuhan alam daerah-daerah yang selama ini telah menjadi tujuan wisata terbaik serta memiliki biodiversitas yang tinggi, seperti Raja Ampat, Danau Toba, Kepulauan
Aru, Pulau Belitung, dan lain-lain, sehingga tidak terdampak aktivitas industri.
Aru, Pulau Belitung, dan lain-lain, sehingga tidak terdampak aktivitas industri.
Bersamaan dengan itu, percepatan pembangunan, pemulihan lahan pascatambang, dan upaya
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berfokus pada pengembangan wisata alam perlu didukung serius oleh pemerintah daerah.
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berfokus pada pengembangan wisata alam perlu didukung serius oleh pemerintah daerah.
3. Para pimpinan gereja harus menjadi pemimpin sekaligus teladan dalam mempraktikkan dan menyuarakan pertobatan ekologis.
Gereja tidak boleh diam saja ketika alam terluka oleh berbagai praktik eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab, baik industri ekstraktif yang mencemari lingkungan, maupun ekspansi perkebunan yang mengakibatkan deforestasi dan
dampak-dampak sosial lainnya.
dampak-dampak sosial lainnya.
Dalam hal ini, para pimpinan gereja harus teguh berdiri dengan integritas yang utuh dan tak terombang-ambing, baik oleh ancaman maupun iming-iming dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan demikian, gereja menjadi
pembawa pengharapan yang tangguh dan relevan, sebagaimana dicita-citakan dalam visi PGI.
pembawa pengharapan yang tangguh dan relevan, sebagaimana dicita-citakan dalam visi PGI.
Gereja harus setia pada karya misinya yang merawat keutuhan ciptaan, menegakkan keadilan, serta memastikan terpenuhinya hak-hak masyarakat di sekitar daerah di mana industri berada.
Akhirnya, PGI ingin menegaskan spiritualitas keugaharian sebagai panggilan moral dan wujud kesalehan sosial, demi mencegah keserakahan, dan guna merawat hubungan antarmanusia dan ciptaan.
Gereja dipanggil bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa, tetapi juga untuk menyuarakan keadilan bagi bumi yang terluka.
PGI mendukung lembaga-lembaga dan aktivis-aktivis peduli lingkungan dan hak asasi manusia, serta menyerukan kepada semua lapisan masyarakat, untuk terus menyuarakan dan memperjuangkan keadilan ekologis, keutuhan ciptaan, dan terpenuhinya hak-hak masyarakat adat.
PGI percaya bahwa masa depan bumi hanya dapat dijaga bila umat manusia kembali menata relasinya dengan alam dalam kerendahan hati dan tanggung jawab.
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi terus memanggil umat-Nya untuk menjadi penatalayan kehidupan, bukan pelaku kehancuran. (*)