nasional

Ahli Kepailitan: Utang Dividen Tidak Bisa Diajukan PKPU

Kamis, 31 Juli 2025 | 21:34 WIB
Guru Besar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga Surabaya Hadi Subhan. (IST)

PROKAL.CO, SURABAYA-Hadi Subhan, Guru Besar Hukum Kepailitan, Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, saksi ahli dari PT Jawa Pos berpendapat bahwa permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos di Pengadilan Niaga Surabaya tidak sesuai dengan syarat-syarat pengajuan PKPU.

Hadi Subhan dalam keterangannya pada sidang di Pengadilan Niaga Surabaya, mengatakan utang dividen tidak bisa dimohonkan perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) karena pembuktiannya tidak sederhana.

"Dividen bukan utang yang dimaksud dalam undang-undang kepailitan. Utang dalam kepailitan itu adalah utang yang ada dalam perjanjian," kata Hadi di Pengadilan Niaga Surabaya, Kamis (31/7/2025).

Baca Juga: Jawa Pos Nilai Klaim Nany Widjaja soal PT DNP Tidak Berdasar, Ini Penjelasannya

Menurut dia, sejak Mahkamah Agung (MA) menolak putusan pailit terhadap perusahaan asuransi pada 2002 lalu, hingga sekarang tidak ada lagi permohonan PKPU atau pailit yang didasari dengan utang dividen.

Hadi mengatakan, PKPU minimal harus diajukan oleh dua kreditur. Sebab, PKPU adalah penyelesaian utang secara kolektif.

"Kalau pemohonnya hanya satu orang saja tidak cukup," ujar Hadi. Selain itu, adanya utang harus dapat dibuktikan secara sederhana.

"Kalau ada sengketa, laporan pidana, gugatan perdata, itu ciri pembuktian yang tidak sederhana," tambah Hadi.

Hadi menambahkan, laporan keuangan dan laporan pajak tidak cukup untuk dijadikan bukti dalam permohonan PKPU. Sebab, laporan itu dinamis.

Baca Juga: Kuasa Hukum Jawa Pos Beberkan Bukti Kepemilikan PT DNP, Berikut Penjelasannya

"Laporan keuangan 2024 tidak mencerminkan kondisi sekarang, semisal dulu tercatat punya utang, bisa saja sekarang sudah dilunasi," katanya.

PT Jawa Pos juga menghadirkan pakar akuntansi Unair, Zaenal Fanani, sebagai saksi ahli dalam sidang tersebut. Zaenal mengatakan, utang dividen harus tercatat dalam laporan keuangan perusahaan. Jika tidak, maka tidak bisa disebut sebagai utang.

"Utang dividen harus muncul dalan laporan keuangan karena telah dinyatakan dalam RUPS," ucap Zaenal.

"Apabila ada utang dividen yang masih belum lunas dibayarkan pada tahun tersebut, maka utang dividen tersebut pasti muncul tercatat di laporan keuangan tahun buku berikutnya,” tambahnya.

Apabila di tahun buku berikutnya tidak muncul pencatatan utang dividen tersebut, maka dapat diartikan bahwa sudah lunas dibayarkan semuanya.

Halaman:

Tags

Terkini