1. Pengiriman ke Den Haag (1861)
Setelah disita, intan tersebut diangkut dari Banjarmasin ke Batavia (Jakarta). Pada akhir tahun 1861, Gubernur Jenderal Sloet menyarankan kepada Menteri Koloni di Belanda untuk memberikan intan tersebut kepada Raja Belanda Willem III.
Intan tersebut kemudian dibawa dari Pelabuhan Batavia ke Belanda dengan Kapal Perang Ardjoeno.
2. Penolakan Raja dan Pemotongan (1862-1900)
Pada tahun 1862, batu tersebut tiba di Belanda berbentuk intan kasar yang beratnya 70 karat. Fransen van der Putte (1822-1902), mantan Menteri Koloni, pada tahun 1897 mengatakan bahwa sebelum dipotong/dicutting berlian itu “tidak menarik bagi orang awam, malah tampak seperti sepotong arang.”
Di Belanda, intan mentah tersebut ditawarkan kepada Raja Willem III sebagai hadiah. Namun, Raja menolak untuk menerimanya. Para pejabat Belanda kesulitan menentukan nasib berlian tersebut. Karena ukuran aslinya yang besar, sulit untuk menemukan pembeli.
Pada awal tahun 1900-an, seorang menteri kolonial memutuskan untuk memotong berlian mentah 70 karat (atau 103 karat) tersebut. Setelah dipotong dan diasah, ukuran berlian menjadi lebih kecil, dilaporkan sekitar 36 karat atau 37 karat, dan berbentuk persegi panjang.
Antara bulan Mei hingga Agustus tahun 1870, batu/intan itu kemudian dicutting (digosok) di Amsterdam, oleh A.E. Daniels & Son, direktur pelaksana dari pabrik mendiang ME Coster (1791-1849).
3. Menjadi Koleksi Museum (1902)
Bahkan setelah dipotong, berlian tersebut ternyata tetap tidak laku dijual meskipun ditawarkan dengan harga yang murah, memunculkan mitos "kutukan" pada berlian tersebut.
Akhirnya, pada tahun 1902, pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk menyimpan berlian tersebut dan memindahkannya ke Rijksmuseum di Amsterdam sebagai pinjaman permanen dari Menteri Koloni. Di museum tersebut, berlian itu dipajang dengan label yang kini dikenal sebagai "The Banjarmasin Diamond".
Status Saat Ini: Repatriasi
Saat ini, Berlian Banjar menjadi fokus perhatian dalam isu repatriasi (pemulangan) artefak bersejarah dari Belanda ke Indonesia. Banyak sejarawan dan keturunan Kesultanan Banjar berpendapat bahwa berlian tersebut harus dikembalikan karena diperoleh secara tidak sah melalui kekerasan dan penjarahan di masa kolonial. (*)